Senin, November 05, 2007

Weleh...weleh...15 Anggota Dewan Absen

Jember-Sebanyak 15 orang anggota DPRD Kabupaten Jember dinyatakan absen dalam sidang paripurna akhir pengesahan perubahan APBD 2007, Senin (5/11/2007).

Gara-gara sulitnya memenuhi kuorum, sidang pun harus molor dua jam. Jumlah anggota wakil rakyat yang hadir hanya 30 orang merupakan jumlah sangat minimal untuk kuorumnya sidang paripurna, yakni dua pertiga anggota dewan.

Beruntung, dalam sidang kali ini para anggota Fraksi Kebangkitan Bangsa yang tidak menyetujui kepemimpinan Ketua DPRD Madini Farouk tidak walk out sebagaimana sidang-sidang sebelumnya.

"Kalau FKB melakukan walk out, maka bisa dipastikan sidang tadi tidak akan berlangsung. Tapi demi kepentingan rakyat yang lebih luas, kami memutuskan untuk tidak meninggalkan ruangan," kata Ubaidillah, anggota FKB yang dalam sidang sebelumnya sempat memboikot kepemimpinan Madini Farouk.

Tidak walk out-nya anggota FKB ini mendapat pujian dari Madini Farouk. Dalam penutup sidang, ia menyempatkan diri untuk berterima kasih.

Usai sidang, kepada wartawan Madini Farouk menyatakan tidak mengetahui alasan absennya 15 orang anggota dewan tersebut. "Undangan sudah disebar. Saya tidak tahu kenapa teman-teman banyak yang tidak masuk," katanya.

Apa terkait dengan keikutsertaan para anggota dewan ke Surabaya untuk menyaksikan pembukaan Pekan Olah Raga Provinsi Jatim tempo hari? "Saya pikir tidak ada kaitannya. Apalagi beberapa anggota dewan juga sudah datang dari Surabaya," tambahnya.

Namun, Madini meminta agar persoalan itu tak terlampau dibesar-besarkan. Apalagi sidang akhirnya tetap berjalan, dan perubahan APBD 2007 tetap disahkan.

Sementara itu, dalam pembacaan rekomendasi DPRD Jember, juru bicara Rendra Wirawan menyatakan agar pemerintah kabupaten Jember memperhatikan penggunaan rumah dinas. "Kalau memang sebuah rumah dinas tidak berfungsi, sebaiknya dihapus saja agar tidak membebani biaya perawatan," katanya.

DPRD Jember juga merekomendasikan agar tahun 2008 ada dana pendamping dari daerah untuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dikucurkan pemerintah pusat. Selain itu, pemerintah daerah juga perlu menyediakan anggaran untuk pelayanan kesehatan warga miskin yang tak terdata dalam askeskin. (www.beritajatim.com)

Rabu, Oktober 31, 2007

Anggaran Panjat Pinang Rp 85 Juta Jadi Tanda Tanya


Jember - Komisi B DPRD Jember mempertanyakan anggaran Rp 85 juta yang digunakan untuk lomba panjat pinang saat rapat dengan Kantor Pariwisata Jember membahas Perubahan APBD 2007, Rabu (31/10/2007).

Komisi B merasa tidak pernah diberitahu mengenai adanya penambahan anggaran untuk kepentingan lomba panjat pinang menyambut Bulan Berkunjung ke Jember (BBJ), dari Rp 6,5 juta menjadi Rp 85 juta dalam perubahan anggaran mendahului Perubahan APBD 2007.

"Kami menyayangkan. Semestinya kami diberitahu sebagai mitra Kantor Pariwisata," kata Rendra Wirawan, anggota Komisi B dari Fraksi Demokrat Amanat Bangsa. Komisi B terkejut, karena anggaran Rp 85 juta itu tiba-tiba muncul di Perubahan APBD 2007.

Sementara, Hawari Hamim dari Fraksi Kebangkitan Bangsa menegaskan, seharusnya ada komunikasi dengan DPRD lebih dulu dalam hal penambahan anggaran itu. "Di samping itu, kami juga mempertanyakan validitas regulasi yang digunakan," katanya.

Saat ditanyakan ke Kantor Pariwisata, Komisi B memperoleh jawaban bahwasanya penambahan itu sudah mendapat izin dari Bupati Jember. "Kami akhirnya bisa menerima. Kalau seizin bupati, maka yang tanggungjawab ya bupati, bukan kami," kata Rendra.

Lomba panjat 100 pohon pinang dalam rangka BBJ digelar di alun-alun Jember. Lomba ini diikuti ratusan orang dan menjadi daya tarik tersendiri dalam acara BBJ beberapa bulan lalu. (http://www.beritajatim.com/)

Senin, Oktober 15, 2007

Produktivitas Legislasi Rendah

JEMBER - Produktivitas DPRD Jember periode 2004 - 2009 di bidang legislasi terbilang masih rendah. Produktivitas anggota DPRD periode 1999 - 2004 dalam menelurkan peraturan daerah (perda), jauh lebih tinggi dari anggota dewan hasil Pemilu 2004.

Data yang dihimpun Erje, perda yang dihasilkan anggota dewan periode 1999 - 2004 mencapai 193 perda. Jika dirata-rata, setahun ada 38 perda yang dihasilkan. Sedangkan anggota dewan periode sekarang, pada 2005 hanya menghasilkan 19 perda dan 2006 menghasilkan 13 perda.

Fakta ini terlihat ironis karena DPRD periode 2004 - 2009 memiliki lembaga bernama panitia legislasi (panleg). Panitia ini dibentuk untuk membahas perda yang masuk ke meja dewan atau merancang perda inisiatif. Keadaan ini juga disesalkan sejumlah anggota dewan sendiri. Rendra Wirawan, salah satu anggota komisi B.

Menurut dia, untuk mendongkrak produktivitas kinerja legislasi, dewan mestinya bisa mengajukan perda inisiatif. "Tinggal mencari dukungan dari lima anggota dewan, selesai," katanya.Sebab itu, untuk mendorong produktivitas legislasi, komisi B telah menyiapkan rencana untuk mengajukan raperda inisiatif.

Di antaranya, raperda inisiatif tentang kehutanan, badan kredit desa (BKD), tembakau, dan pedagang kaki lima (PKL). Bahkan, pembahasan raperda soal kehutanan dan tembakau sudah dilakukan studi banding ke Jawa Tengah.

Anggota dewan dari komisi C, Hari Sumarsono, mengaku juga telah mendorong adanya perda inisiatif di komisi C. Raperda yang tengah didorong ke panleg adalah soal tambang galian C. Tapi dia mengaku tidak tahu mengapa belum ada tindak lanjut.

Di hadapan sejumlah ulama beberapa waktu lalu, pimpinan dewan dan sejumlah anggota panleg berjanji untuk menindaklanjuti keinginan membikin raperda Jember Religius. Tapi bak diterpa angin, kabar juntrungnya hingga kini tak jelas.

Anggota Panleg DPRD Abdul Ghafur mengakui, kinerja panleg di bidang legislasi masih perlu ditingkatkan. Namun, dia minta agar tak serta-merta membandingkan dengan kinerja legislasi dengan anggota dewan periode lalu. "Waktu itu ada euforia seiring era otonomi daerah untuk berlomba menjadi legislator andal," katanya.

Selain itu, politisi PAN ini menilai, rendahnya legislasi dewan disebabkan eskalasi konflik politik di dewan relatif tinggi. Misalnya, banyaknya unjuk rasa kader parpol soal pergantian antar waktu (PAW) dan ancaman PAW bagi sejumlah anggota dewan dari induk partainya. (Radar Jember)

Senin, Oktober 01, 2007

Punya Panleg, Tapi Produk Legislasi Kok Sedikit

Jember - Membandingkan kinerja DPRD Jember periode 1999 - 2004 dengan 2004 - 2009 dalam hal kinerja fungsi legislasi (pembuatan peraturan daerah) bagaikana bumi dengan langit. Jauh sekali.

Menurut data yang dihimpun beritajatim.com, sejak 1999 - 2004, DPRD Jember sudah memproduksi 193 buah perda. Berarti setiap tahun, ada sekitar 38 perda yang ditelurkan lembaga legislatif. Praktis, hanya tahun 2004 tidak ada pembahasan perda karena masa transisi pemilu.

Sementara itu, DPRD periode 2004 - 2009 hanya memproduksi 19 perda pada tahun 2005 dan 13 perda pada tahun 2006. Jika masih dibandingkan DPRD periode lalu, pada tahun kedua (tahun 2000) sudah 106 perda tercipta dan pada tahun ketiga (tahun 2002) ada 23 yang diselesaikan pembahasannya.

Minimnya produktivitas ini dipertanyakan anggota dewan sendiri. Anggota Komisi B Rendra Wirawan tak mampu memahami alasan minimnya produktivitas itu. Pasalnya, hampir setahun ini DPRD Jember telah membentuk Panitia Legislatif (Panleg) yang bertugas khusus membahas perda.

"Sampai sejauh ini Panleg belum maksimal. Kalau memang Panleg tidak mampu, sebagai anggota dewan kami sendiri yang akan membuat inisiatif mengajukan rancangan perda. Tinggal menghimpun minimal lima orang anggota dewan lintas fraksi dan komisi, beres," kata Wirawan.

Menurut Wirawan, Komisi B sudah menargetkan untuk merampungkan pembahasan perda tentang kehutanan, badan perkreditan desa, dan perda mengenai pedagang kaki lima. Selain itu masih ada perda mengenai tembakau yang menanti untuk dibahas.

Hari Sumarsono dari Komisi C juga sudah pernah mendorong Panleg untuk bekerja menindaklanjuti masalah pendapatan asli daerah dari tambang galian C. Namun, ia tidak tahu mengapa belum juga dilakukan.

Jadi, halo Panleg DPRD Jember? Apa saja kerjamu di sana? (www.beritajatim.com)

Perda Kadaluwarsa Belum Dicabut

Jember - Pemerintah Kabupaten dan DPRD Jember perlu bersama-sama mengevaluasi ratusan peraturan daerah yang pernah diundangkan sejak tahun 1974. Sejak tahun 1974 hingga tahun 2006, sebanyak 399 perda telah diundangkan.

Tercatat tahun 1974-1980 telah dibuat 41 perda, tahun 1981 â€" 1989 terdapat 31 perda, 1990 â€" 1998 terdapat 102 perda, tahun 1999 â€" 2006 terdapat 225 perda.

Ketua Komisi A DPRD Jember Abdul Ghafur memandang, ada sejumlah perda yang memang mendesak dievaluasi karena kadaluwarsa.

"Contohnya perda nomor 5/1975 tentang peraturan pungutan pajak potong hewan. Ini apa masih efektif? Kalau tidak, kenapa masih ada," katanya.

Ghafur juga mencontohkan perda lainnya, yakni perda nomor 17/1978 yakni perda izin mendirikan tempat persewaan pengeras suara.

"Kalau memang tidak efektif dan tidak dilaksanakan lebih baik dihapus. Sebab kalau masih ada dan tidak dilaksanakan, berarti pemerintah kabupaten melanggar perda sendiri," katanya.

Rendra Wirawan dari Komisi B membenarkan adanya perda yang perlu direvisi, seperti perda mengenai pedagang kaki lima.

"Perda ini perlu disesuaikan dengan situasi, kondisi, toleransi, pandangan dan jangkauan kabupaten Jember, mengingat perkembangan PKL sudah sedemikian pesat dan zaman berubah," katanya. (www.beritajatim.com)

Kamis, Agustus 02, 2007

Nepotisme ala Kades hingga Permainan Oknum PPL

Jember - Ada banyak modus penyimpangan distribusi benih bersubsidi di Jember. Modus ini melibatkan kelompok tani, oknum kepala desa, hingga oknum petugas penyuluh lapang.

Anggota Komisi B DPRD Jember Rendra Wirawan mengatakan, di kecamatan Ambulu, ada PPL yang memberikan benih ke beberapa kelompok tani yang tidak memiliki anggota jelas.

"Di Kecamatan Panti, ada kelompok yang menerima tak sesuai rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK)," kata Rendra, dalam hearing dengan Dinas Pertanian Jember, di gedung dewan, Kamis (2/8/2007). Sementara itu, di kecamatan Gumukmas, ada oknum kepala desa yang membagikan benih ke warga yang bukan petani. "Ini yang salah siapa? PPL, Disperta, atau kontraktor benih?" tukas Rendra.

Rendra mendesak, agar mereka yeng melakukan penyimpangan diproses secara hukum. "Komisi B harus merekomendasikan agar mereka diserahkan ke yang berwajib," katanya.

Wakil Ketua Komisi B Niti Soeroto menjelaskan, di Kecamatan Wuluhan, anggota kelompok tani penerima bantuan benih sepakat membayarkan sejumlah uang setelah panen.

"Masalahnya kita tidak tahu apakah penerima bantuan benih adalah benar-benar petani penggarap atau pemilik sawah yang hanya menyewakan lahannya. Kalau pemilik tanah yang hanya menyewakan tapi menerima, ini kan tidak benar," kata Soeroto.

Kepala Disperta Hari Widjajadi menegaskan, kesalahan PPL menjadi tanggungjawabnya. "Kalau ada yang jelek, itu kesalahan saya. Tapi tidak semua PPL jelek, dan tidak semua bagus," katanya.

Jumlah PPL di Jember terbatas untuk mengawasi seluruh kelompok tani, yakni 161 orang. Namun, Widjajadi tak akan menjadikan dalih. (www.beritajatim.com)

©2006-2007 Beritajatim.com

Sabtu, Juli 28, 2007

Benih Bersubsidi Diperjualbelikan

Jember - Komisi B DPRD Jember mendapat laporan mengenai adanya dugaan penyimpangan dalam penyaluran benih bersubsidi dari pemerintah pusat. Namun pihak petani belum menemukan penyimpangan itu.

Dua anggota Komisi B, Rendra Wirawan dan Jufriyadi, mengungkapkan bahwa ada laporan mengenai diperjualbelikannya benih bersubsidi tersebut di tingkatan kelompok tani. "Yang melakukan oknum ketua kelompok tani di wilayah selatan," kata Jufriyadi, Sabtu (28/7/2007).

Belum diketahui kebenaran dan alasan penjualbelian itu. Yang terang, menurut Rendra, laporan jual beli benih itu berasal dari kecamatan Tanggul dan Semboro. "Sementara di kecamatan Silo ada laporan ketidaksesuaian jumlah benih yang disuplai dengan rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK)," katanya.

Komisi B masih terus menelisik kebenaran laporan-laporan tersebut melalui konstituen di daerah pemilihan masing-masing. Rapat dengar pendapat sedianya akan digelar Kamis lalu (26/7/2007). Namun, terpaksa ditunda dan baru akan digelar pekan mendatang.

"Kami akan mengevaluasi kebenaran laporan tersebut. Jika benar, apa yang menyebabkan itu terjadi dan bagaimana mengantisipasinya. Kami akan mengajak bicara Dinas Pertanian dan pemenang tender benih," kata Rendra.

Sementara itu, Ketua Forum Komunikasi Petani Jember Jumantoro mengaku belum menemukan adanya indikasi pelanggaran dalam distribusi benih.
"Saya belum tahu jika ada jual beli benih di kalangan petani. Distribusi saya nilai bagus karena melalui penyuluh dan kelompok tani," katanya. (http://www.beritajatim.com/)

Jumat, Juni 22, 2007

Anggota DPRD PAN Diberi Surat Peringatan

Tiga anggota DPRD Jember dari Partai Amanat Nasional (PAN) Jember, yakni Ahmad Dimyati, Rendra Wirawan, dan Abd Ghofur mendapat surat peringatan untuk ketiga kali dari partainya. Surat peringatan tersebut tidak dihiraukan karena Ketua PAN Jember H Umar Fauzi sudah dimosi tak percaya oleh bawahannya.

"Kami mendapat surat peringatan untuk kali ketiga karena dituduh melanggar aturan partai atau anggaran dasar atau anggaran rumah tangga (AD/ART). "kata Abd Ghofur. (Kompas)

Tim Adhoc Turun Tangan

JEMBER(SINDO) – Tim Adhoc Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PAN Jatim turun langsung ke Jember. Kedatangan petinggi partai berlambang matahari terbit itu, untuk verifikasi konflik struktural yang terjadi di Dewan Perwakilan Daerah Partai Amanat Nasional (DPD PAN) Jember.

Anggota Barisan Penyelamat PAN Jember,Rendra Wirawan, saat dikonfirmasi membenarkan kedatangan tim adhoc. ”Kedatangan tim verifikasi berusaha menyelesaikan konflik internal partai, dan memberikan solusi pemecahannya. Tim itu ada sekitar empat orang,” kata Rendra Wirawan yang juga anggota Komisi B DPRD Jember, kemarin. Ia menandaskan, tahapan verivikasi diantaranya melakukan survei ke sejumlah cabang- cabang PAN di Jember.

Survei dilakukan untuk mengetahui aspirasi kader di tingkat cabang. Rendra menambahkan, perlu segera menggelar Musyawarah Daerah Luar Biasa (Musdalub) DPD PAN Jember. Namun demikian, kubu Rendra justru memboikot adanya pertemuan mediasi yang ditengahi Tim Adhoc DPW PAN tersebut.

”Musdalub harga mati dan sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Kita anggap kepemimpinan DPD PAN oleh Umar Fauzi telah melanggar konstitusi partai,” kata Rendra. Ia menuding, kubu Umar Fauzi telah menggunakan puluhan juta anggaran partai tanpa pertanggungjawaban.

”Mosi tidak percaya pada pengurus DPD PAN oleh 23 DPC PAN sudah final dan Musdalub sebagai satunya solusi untuk menyelamatkan partai,” tandasnya. Sekretaris DPD PAN Abdul Ghofur mengatakan, pemboikotan pertemuan mediasi di sebuah hotel ternama di Jln Hayam Wuruk dianggap tidak diatur dalam Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai.

Menanggapi hal itu, Anggota Majelis Penasehat DPD PAN kubu Umar Fauzi, Bambang Irawan mengatakan, pemboikotan kubu Rendra itu ditanggapi dengan kepala dingin. ”Ketidakhadiran kubu Rendra, merupakan sikap kader yang tidak punya niatan untuk memperbaiki kondisi internal partai,” kata Bambang.

Ia menegaskan, meski kader PAN dari kubu Rendra tidak hadir, Tim Adhoc tetap berupaya menyelesaikan konflik. Tim Adhoc yang diketuai Agus Maimun akan bertugas selama tiga hari berturut-turut guna menyelesaikan konflik internal DPD PAN Jember. (Seputar Indonesia)

Minggu, Juni 17, 2007

Umar Ancam dengan SP3

JEMBER - Konflik di tubuh Parta Amanat Nasional (PAN) di Jember semakin meruncing saja. Pembangkangan yang dilakukan tiga anggota dewan dan beberapa pengurus DPD membuat Umar Fauzi, ketua DPD PAN marah besar. Tak hanya melaporkan ke polisi, Umar juga akan memberikan saksi administrasi.

Jumat lalu pihaknya sudah menjatuhkan Surat Peringatan kedua (SP2) kepada ketiga anggota dewan, Rendra Wirawan, Achmad Dimyati dan Abdul Ghafur. Dan jika dalam waktu 5 hari belum ada perubahan sikap serta adanya konfirmasi dari ketiganya, maka dia mengancam akan segera menjatuhkan SP3.

"Sebenarnya SP2 itu sudah sepekan yang lalu saya jatuhkan pada Rendra dan Dimyati. Namun oleh Ghafur ternyata tidak dikirimkan dan dia juga menyatakan mendukung Musdalub. Jadi, Jumat kemarin langsung ketiganya saya beri SP2," jelas Umar.

Dia menegaskan, SP2 tersebut terpaksa dijatuhkan karena apa yang dilakukan oleh ketiga anggota dewan tersebut nyata-nyata sudah melanggar konstitusi partai. Atas turunnya SP2 tersebut, diharapkan ketiganya mengubah sikap dan memperbaiki kesalahannya dan melakukan klarifikasi.

Kalau hingga hari kelima tidak ada perubahan maka SP3 akan dijatuhkan. "Dan jika SP3 juga tak mendapatkan jawaban itikad yang baik maka akan kami ajukan arbitrase DPP PAN untuk dikenai sanksi," tambahnya.

Selain itu, Umar mengaku sudah mengirimkan surat ke DPW PAN Jatim atas adanya oknum bernama Agus Fathurrohman yang telah melakukan upaya intervensi dan mendukung pelaksanaan Musdalub. Berdasarkan keterangan yang berhasil dikumpulkan dari beberapa DPC, Agus datang ke masing-masing DPC untuk mengumpulkan tanda tangan untuk mendapatkan dukungan pelaksanaan Musdalub.

"Dalam mendapatkan tanda tangan tersebut Agus tersebut mengaku jika Musdalub sudah mendapatkan banyak dukungan dari DPC hingga DPW. DPC yang tak tahu apa-apa menjadi takut dan akhirnya mau tanda tangan," ungkapnya.

Sementara itu, salah satu anggota MPP (majelis penasihat partai) Bambang Irawan menegaskan jika apa yang sudah dilakukan Barisan Penyelamat PAN menuntut Umar Fauzi mundur sebagai hal yang salah kaprah. DIa juga menganggap sikap itu tidak nyambung dengan permasalahan internal PAN saat ini.

Sama halnya dengan Umar, dia juga menuding gerakan tersebut sebagai bentuk ketakutan atas rekomendasi PAW pada ketiga anggota dewan tersebut seperti yang diputuskan dalam Musda DPP PAN. "Ketiganya sudah tahu itu. Namun saya melihat seolah ada upaya untuk menutupi adanya rekomendasi tersebut," jelasnya.

Sejak adanya rekomendasi PAW itu, lanjut Bambang, mulai muncul disharmoni antar pengurus DPD yang berakibat munculnya permasalahan seperti saat ini. Tentang tudingan jika banyak pelanggaran yang telah dilakukan Umar Fauzi selama menjabat sebagai ketua DPD PAN Jember, Bambang menegaskan masih banyak yang perlu diperhatikan dalam tuntutan tersebut.

"Selama saya di MPP, saya belum pernah menerima adanya laporan dari mereka tentang pelanggaran yang dilakukan ketua dan bagaimana menyikapinya. Padahal itu adalah tugas MPP. Jadi saya rasa tuntutan mereka yang sangat terbuka sudah sangat melanggar prosedur partai," tegasnya.

Di tempat terpisah, Rendra Wirawan anggota komisi B DPRD dari PAN mengaku pihaknya tak khawatir dengan ancaman Umar. Alasannya, karena memang pihaknya sudah tak mengakui lagi kepemimpinan Umar di DPP PAN Jember. "Mandat sudah kami serahkan ke DPW. Kan kami sudah menyatakan tidak akan bertanggungjawab atas keputusan-keputusan yang dikeluarkan ketua. Hal yang sama pada surat peringatan tersebut. Anehnya lagi, saya mendapat SP2 tetapi saya belum pernah mendapatkan SP1," katanya.

Dia juga menegaskan permasalahan ini bukanlah dalam konteks PAW, melainkan karena memang sudah terlalu banyak pelanggaran yang dilakukan Umar. Akibatnya, muncul mosi tak percaya terhadap kepemimpinan Umar. Tentang MPP seperti yang diungkapkan Bambang Irawan, Rendra menegaskan jika pihaknya tak pernah menyalurkan aspirasinya secara formal kepada MPP.

Alasannya, MPP dalam kepemimpinan Umar tak pernah difungsikan sebagaimana mestinya. "Karena tidak pernah difungsikan maka kami merasa tidak perlu ke MPP karena hasilnya tak ada," jelasnya. Tentang tudingan terhadap Agus Fathurrohman yang berkeliling ke DPC untuk mengumpulkan tanda tangan DPC untuk menolak PAW, Rendra kembali membantahnya.

Dia menjelaskan jika Agus adalah pembina daerah (panda) dari DPW Surabaya yang tugasnya membina daerah Jember dan Lumajang selain dia juga tinggal di Jember. "Tidak pernah ada intervensi, kalau silaturahmi ke DPC kan sudah biasa apalagi rumahnya juga di sini," tambahnya.

Sementara itu, Satreskrim Polres Jember menegaskan akan tetap menindaklanjuti laporan pencemaran nama baik oleh Umar Fauzi. "Ini merupakan kasus delik aduan. Sama halnya dengan kasus pemerkosaan. Selama ada yang melaporkan kami sebagai penyidik akan menindaklanjutinya sampai ada ketetapan hukum," kata AKP Cholilur Rachman, Kasat Reskrim Polres Jember, kemarin.

Tentunya, dalam menindaklanjuti masalah tersebut, pihaknya tetap mengacu pada ketentuan dan mekanisme yang berlaku. Seperti melakukan penyidikan kepada pelapor dan terlapor. Atau kepada siapa yang dicemarkan dan siapa yang mencemarkan. Keduanya harus menjalani penyidikan.

Selain itu, juga dibutuhkan bukti-bukti kuat agar unsur-unsur tindak kejahatan bisa terungkap. Namun sebaliknya, jika bukti itu tidak mendukung maka tidak bisa disebut dengan tindak kejahatan. (Radar Jember)

Sabtu, Juni 16, 2007

Konflik PAN Makin Memanas

JEMBER (SINDO) – Suhu politik internal Dewan Perwakilan Daerah Partai Amanat Nasional (DPD PAN) Jember akhir-akhir ini makin memanas. Setelah pernyataan mosi tidak percaya 22 DPC PAN kepada Ketua DPD PAN Umar Fauzi disampaikan Maret lalu, Kamis (14/6) lalu, Umar melaporkan tiga kader PAN yang menjadi pelopor pengajuan mosi tidak percaya tersebut ke Polres Jember.

Tiga kader PAN yang dilaporkan ke polisi itu adalah Nurhasan, M Wasis, dan Rendra Wirawan karena dianggap melakukan pencemaran nama baik. M e n a n g g a p i manuver Umar itu, kemarin Wakil Ketua Bidang Pengaderan DPC PAN Jember Rendra Wirawan mendesak agar musyawarah daerah luar biasa (Musdalub) segera digelar. ”Kita bahkan mendesak agar DPW PAN Jatim bersedia mengambil alih status kepengurusan DPD PAN Jember.

Kemudian, dilanjutkan perombakan total kepengurusan yang dianggap mengancam jalannya partai,” kata Rendra pada SINDO, kemarin. Menurut Rendra, munculnya mosi terhadap Umar Fauzi itu diakibatkan adanya sejumlah urusan partai yang dianggap tidak becus dilaksanakan oleh geng Umar Fauzi.

Umar juga dituding telah melanggar AD/ART partai dan menggunakan puluhan juta uang partai dengan tidak jelas peruntukannya. Akhirnya, partai berlambang matahari ini sejak tiga bulan terakhir ”terbelah” menjadi dua kubu, yakni pro-Umar Fauzi dan pro-Musdalub. Rendra sendiri menampik gerakan mosi tidak percaya itu karena adanya ancaman pergantian antarwaktu (PAW) anggota dewan.

Menurutnya,dengan adanya mosi itu, sebenarnya Umar Fauzi tidak memiliki hak lagi untuk melakukan kebijakan partai. ”Apalagi melaporkan kader PAN kepada polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik. Jelas akan kita ladeni. Kalau tidak terbukti, kita bisa akan tuntut balik,” tandas anggota Komisi B DPRD Jember ini.

Hal yang sama juga dikatakan Sekretaris DPD PAN Jember Abdul Ghafur. Dirinya merasa prihatin atas kapasitas Umar Fauzi yang dianggap melebihi batas. ”Kita sebenarnya ingin masalah internal partai diselesaikan secara musyawarah. Namun, justru dia (Umar) kok tidak bisa, dan konflik malah jadi konsumsi publik. Kami sangat malu,”kata Ghafur.

Sementara Ketua DPD PAN Jember Umar Fauzi mengatakan, mosi tidak percaya kepada dirinya oleh 22 DPC ditengarai sebagai upaya memecah-belah partai. ”Saat ini,kita sedang konsentrasi pada Pemilu 2009.Jadi,siapa pun yang melanggar AD/ART partai, keputusannya bukan berada pada ketua partai, namun melalui forum DPD,”tutur Umar.

Dia juga mengatakan, adanya upaya memecah-belah partai, itu dilakukan kader PAN yang saat ini duduk menjadi anggota dewan, yang takut untuk di-PAW. Mereka adalah Abdul Ghafur, Rendra Wirawan, dan Dimyati Abdul Razak. (Seputar Indonesia)

Kamis, Juni 14, 2007

Hearing dengan Dewan, PKL Walk Out

Kamis, 14/06/2007 13:17 WIB

Jember - Puluhan pedagang kaki lima di area pusat kota ngluruk ke gedung DPRD Jember, Kamis (14/6/2007). Mereka hendak mengikuti dialog dengan anggota dewan dan perwakilan Pemerintah Kabupaten Jember.

Antusiasme PKL ini membuat staf pendamping Komisi B DPRD Jember kebingungan. Mulanya, yang diundang hanya sejumlah perwakilan. Namun ternyata puluhan PKL memaksa masuk ke ruang Komisi B.

Akibatnya, ruang Komisi B penuh sesak. Sejumlah wartawan tidak berhasil masuk ruangan untuk mengikuti jalannya dialog, karena pintu ruang Komisi B dikunci oleh Arifin, staf pendamping komisi.

Aksi mengunci pintu ini ternyata tanpa sepengetahuan anggota Komisi B. Rendra Wirawan yang dikonfirmasi soal aksi kunci pintu lewat SMS, hanya menjawab, "Ripin iku (itu Arifin yang melakukan, Red)."

Dialog sendiri awalnya tidak berlangsung mulus. Seorang perwakilan PKL dari jalan Diponegoro melakukan aksi walkout karena merasa mekanisme dialog tidak aspiratif. Untunglah, aksi ini tidak diikuti oleh PKL lainnya.

Pemkab diwakili oleh Kepala Kantor Polisi Pamong Praja Suhanan, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Djuwarto, dan Kepala Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Chayat Havid Setiadi. (www.beritajatim.com)

©2006-2007 Beritajatim.com

Minggu, Mei 20, 2007

Sempat Meresahkan, Surat Camat Silo Soal Pupuk Dicabut

Jember - Setelah sempat meresahkan petani, surat keputusan Camat Silo akhirnya dicabut. Surat itu sudah dianggap tidak relevan dengan kondisi saat ini.

Demikian dijelaskan anggota Komisi B DPRD Jember Rendra Wirawan. Surat bernomor 521/33/480/436.543/2006 itu dikeluarkan 13 Oktober 2006 silam, tentang sistem penyaluran distribusi pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian dan perkebunan Silo.

Surat itu dinilai bermasalah, karena tidak memperbolehkan petani membeli pupuk langsung ke kios. Petani hanya boleh membeli pupuk via kelompok tani. Padahal, kelompok tani bukan representasi semua petani di Silo.

"Surat itu keluar saat terjadi kelangkaan pupuk di Jember. Saat itu harga pupuk jauh di atas harga eceran tertinggi," kata Rendra.

Saat itu, lanjut Rendra, ada sejumlah kelompok tani yang memanfaatkan surat itu untuk berutang kepada kios dengan sistem yarnen (baru membayar setelah panen padi). Sistem yarnen ini yang membuat pembayaran kios ke PT Kertopaten Kencana sebagai distributor pupuk di Silo tak lancar.

Tahun ini, jumlah pupuk yang digelontor ke Jember sudah lebih dari mencukupi. SK camat itu tak relevan. Namun, karena belum dicabut, SK itu masih meresahkan, karena petani kebingungan saat hendak membeli pupuk. Sementara respons Pupuk Kalimantan Timur terhadap persoalan itu lamban.

Surat dari PKT baru turun 25 April 2007. Di situ disebutkan bahwa rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) hanya dipakai untuk menghitung kebutuhan pupuk dan bukan sebagai dasar kios untuk melayani pupuk bersubsidi ke kelompok tani.

Jadi, pelarangan kios menjual langsung pupuk bersubsidi ke petani melanggar banyak aturan, seperti peraturan menteri pertanian dan peraturan gubernur Jawa Timur.

Pengecer resmi bertugas melakukan penjualan pupuk bersubsidi di wilayah tanggungjawabnya secara langsung hanya kepada petani dan atau kelompok tani.

Dalam surat itu, Kertopaten disarankan untuk berdiskusi dengan camat mengenai aturan camat yang telah beredar. Rapat yang diikuti Komisi B beberapa waktu lalu lantas digelar di kantor camat Silo dengan melibatkan semua komponen, termasuk Muspika, Kertopaten selaku distributor, petugas penyuluh lapang, pengecer pupuk, dan kepala desa.

Dari situ, menurut Rendra, diperoleh penjelasan bahwa camat tak bisa disalahkan sepenuhnya saat mengeluarkan aturan. Pasalnya, aturan yang menyiasati kelangkaan pupuk itu dirilis setelah camat bermusyawarah dengan petani, kelompok tani, dan kios pengecer pupuk. "Kami justru menyesalkan keterlambatan surat dari PKT," kata Rendra.

Setelah surat camat dicabut, Komisi B menginginkan agar ada evaluasi kembali terhadap distribusi pupuk kendati saat ini kondisi lebih kondusif. "Kami ini persebaran kios lebih merata di seluruh desa," kata Rendra.

Menurut Rendra, di lapangan banyak kios yang lokasinya sangat berdekatan. Ini tidak sesuai dengan kesepakatan. Kertopaten selaku distributor di Silo harus bisa menertibkan.

Juga harus ada penegasan kepada kios, agar tidak menjual pupuk kepada petani di luar Silo dan pihak non petani. "Di Silo ini rawan, karena oknum kios dikhawatirkan menjual ke pihak swasta (perkebunan-red)," kata Rendra. (www.beritajatim.com)

Rabu, Februari 28, 2007

Dianggap Cuci Tangan

JEMBER - Rencana PLN yang hanya memperbaiki alat-alat elektronik warga yang rusak akibat naiknya tegangan dinilai sebagai tindakan cuci tangan. Padahal, alat elektronik pelanggan itu rusak akibat kelalaian PLN dalam mengamankan aset produksi.

"Memperbaiki alat elektronik yang rusak itu hanya salah satu bentuk tanggung jawab untuk meredam persoalan. Padahal kasus ini sudah menjadi persoalan publik karena PLN lalai dalam menjaga asetnya sendiri," ujar Direktur YLAK Jember Abdil Furqan SH kepada Erje kemarin.

Sebagai perusahaan penyedia jasa untuk masyarakat luas, kata dia, PLN mestinya bisa mengamankan aset produksinya sehingga tidak merugikan pelanggan. Apalagi, pencurian plat copper LV Panel PLN terjadi dimana-mana. Dengan demikian, dampak naiknya tegangan listrik yang menyebabkan rusaknya alat elektronik warga, bisa terjadi di banyak tempat.

Dalam kasus ini, dia melihat, polisi bisa melakukan penyelidikan awal dugaan adanya tindak pidana kelalaian yang mengakibatkan celaka. Tindakan pidana itu diluar tindak pidana pencurian plat copper sendiri. "Pencurian plat copper itu kasus lain. Tapi kelalaian PLN itu juga ada celah pidana," terangnya.

Di dalam KUHP pasal 188, kata dia, diterangkan tentang kelalaian yang menyebabkan celaka. Intinya, barangsiapa karena kealpaan menyebabkan kebakaran, ledakan dan banjir, bisa diancam pidana kurungan paling lama 5 tahun. Di dalam UU No 8/1999 juga diatur tentang hak dan kewajiban pelaku usaha sebagai penyedia barang dan jasa.

Sebab itu, dia menambahkan, sejatinya pihak kepolisian bisa mulai melakukan penyelidikan awal tentang adanya dugaan kelalaian PLN dalam kasus naiknya tegangan listrik sehingga menyebabkan rusaknya alat elektronik warga. "Singkatnya PLN tidak bisa menjalankan fungsinya dengan baik sehingga pelanggan dirugikan," tukasnya.

Pasal 188 itu menurut dia bukanlah delik aduan sehingga polisi bisa mulai melakukan penyelidikan tanpa menunggu laporan pelanggan.

Menanggapi hal ini, Manajer PLN Area Pelayanan dan Jaringan (APJ) Jember Bambang Setyo Hadi mengatakan, PLN tidak ada kewajiban untuk memberikan ganti rugi kepada pelanggan yang alat elektroniknya rusak. "Karena kerusakan itu bukan disebabkan PLN, melainkan oleh pencurian dimana PLN juga dirugikan. Berbeda kalau masalah ini berasal dari kesalahan PLN," katanya sore kemarin.

Alasannya, pencurian termasuk force major (musibah). Tentang tudingan PLN lalai dalam mengamankan aset produksinya, Bambang menyatakan, PLN tidak mungkin sanggup mengamankan LV Panel yang berjumlah ribuah buah dan tersebar di banyak tempat. "Coba kalau pakai logika, PLN barangnya hilang tapi diminta juga harus bertanggung jawab," tukasnya.

Sementara itu, anggota Komisi B (Bidang Ekonomi) DPRD Jember Rendra Wirawan mengatakan, sebelum bicara masalah ganti rugi, PLN harus memberikan penjelasan secara terbuka tentang penyebab naiknya tegangan listrik sehingga menyebabkan alat eletronik pelanggan rusak.

"Sebelum PLN harus membayar ganti rugi atau tidak, perlu dikaji dulu masalah ini disebabkan oleh apa," ujarnya.Karenanya, Rendra membuka diri bagi kedua belah pihak (PLN dan pelanggan) untuk bertemu dan mencari jalan keluar terbaik. "Yang penting harus ada klarifikasi dari PLN. Komisi B siap memfasilitasi pertemuan antara pelanggan dan PLN untuk mencari jalan keluar terbaik," paparnya. (Radar Jember)

Demokrat Ulur Pengembalian TKI

JEMBER - Menjadi pendukung setia Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tak menjamin anggota DPRD dari Partai Demokrat segera mengembalikan rapelan tunjangan komunikasi intensif (TKI). Padahal, perintah pengembalian TKI itu dikeluarkan langsung oleh presiden yang tokoh dan panutan Partai Demokrat.

Data sekretariat DPRD Jember menyebutkan, anggota dewan yang telah mencicil pengembalian rapelan adalah Haru Sumarsono (PDIP) sebesar Rp 20 juta dan Moch Asir (PDIP) sebesar Rp 20 juta. Lalu Abdul Ghafur (PAN), Rendra Wirawan (PAN) dan Achmad Dimyati (PAN), masing-masing Rp 30 juta. Dengan demikian, jumlah total rapelan TKI yang dikembalikan ke sekwan berjumlah Rp 130 juta.

Menurut Saptono Yusuf, anggota DPRD Jember dari Partai Demokrat, pihaknya menyikapi perintah pengembalian rapelan TKI yang terlanjur diterima itu dengan memanfaatkan kelonggaran yang diberikan pemerintah. "Jadi bukan kami tidak mau mengembalikan rapelan," ujarnya.

Dia mengatakan, presiden meminta rapelan itu supaya dikembalikan dengan memberi batas waktu, yakni paling lambat 31 Desember 2007. Maka dia mengartikan, rapelan itu harus sudah dikembalikan secara keseluruhan dengan batas waktu sebelum 31 Desember 2007.

Soal dikembalikan sekarang atau nanti, lanjut Saptono, hal itu hanya persoalan teknis. Dikembalikan sekarang atau nanti, rata-rata akan dilakukan dengan cara mencicil karena sudah terlanjur dipakai, bahkan ada yang telah habis.

Bahkan, dia menilai, sebagian anggota dewan yang telah mulai mencicil mengembalikan rapelan itu, bukan disebabkan oleh kesadaran akan perintah presiden. Melainkan akibat desakan parpol yang menjadi induknya atau takut ancaman PAW (pergantian antar waktu). "Toh intinya sama, semua harus dikembalikan," tandasnya.

Secara umum, Partai Demokrat Jatim telah mengumpulkan semua anggota DPRD dari Partai Demokrat se-Jatim. Dalam kesempatan itu ada kesepakatan, semua rapelan TKI tetap harus dikembalikan karena ada perintah dari presiden dan PP 37/2006 yang menjadi dasar hukumnya tengah direvisi. "Soal kapan mau mengembalikan, kembali pada kelonggaran tadi," tegasnya.

Secara pribadi dia lebih sepakat, dewan harus mengembalikan rapelan tanpa banyak gembar gembor. Ringkasnya, makin cepat dikembalikan makin baik. "Yang penting jangan latah beropini, ngomong keluar mau mengembalikan, ternyata tak segera mengembalikan. Sama saja," pungkasnya.

Langkah anggota dewan yang tak segera mengembalikan rapelan TKI ini, disorot oleh Ketua Sindikat Aksi Tolak (Sikat) PP 37/2006 Sudarsono. Dia menilai, banyak parpol dan anggota dewan yang hanya beretorika mengembalikan rapelan, tapi nyatanya hanya tak kunjung mengembalikan.

"Alasan menunggu juklak atau juknis pengembalian rapelan itu alasan yang mengada-ada dan dibuat-buat. Kalau ada yang mengulur-ulur waktu hingga Desember 2007 dengan alasan kelonggaran, berarti sama saja dengan parpol yang menolak mengembalikan rapelan," tandasnya.

Plt Sekretaris DPRD Jember Bambang Hariono mengungkapkan, anggota dewan yang mengembalikan rapelan bertambah satu, yakni Moch Asir yang mencicil Rp 20 juta. "Sudah diserahkan pada sekwan pekan lalu, tapi sifatnya masih tetap titipan, bukan pengembalian," ungkapnya. (Radar Jember)

Selasa, Februari 13, 2007

Akibat Masa Tanam Mundur

Sementara H Kamil Gunawan, salah satu pedagang besar beras di Jember membantah kenaikan harga beras akibat ulah spekulan beras. Kenaikan harga beras itu disebabkan masa tanam padi mundur dari jadwal dan pengalihan stok beras ke Jakarta.

"Tudingan ulah spekulan itu muncul hanya karena pihak-pihak tertentu ingin memanfaatkan kondisi. Apalagi kenaikan harga beras itu tak merata, hanya pada beras berkualitas super," kata H Kamil Gunawan kepada Surya, Senin (12/2).

Menurut Kamil, biasanya bulan Oktober - November petani sudah mulai menanam, tetapi karena musim hujan datang terlambat di bulan Desember, maka petani masa tanamnya menyesuaikan.

"Seharusnya bulan Januari, petani sudah mulai panen. Tetapi berhubung hujan terlambat, maka saat ini petani baru menanam padi," ujarnya. Faktor lain yang berperan pada kenaikan harga beras yang tidak wajar ini akibat bencana banjir di Jakarta.

Dampak dari bencana itu mengakibatkan persediaan beras di daerah sebagian besar dialihkan distribusinya ke Jakarta. Karena tak mungkin beras di Jakarta yang sudah terendam air banjir digunakan untuk membantu korban bencana. Sehingga solusinya, untuk menggantinya diambilkan dari stok beras dari daerah.

Menurut Kamil, kenaikan beras ini diprediksi tidak akan bertahan lama. Sebab, petani sudah mulai menanam padi dan permintaan beras dari Jakarta tak mungkin sebesar pada awal-awal bencana. Sehingga bulan Maret - April mendatang, harga beras yang kini mencapai Rp 6.200/kg diperkirakan bakal turun sampai Rp 3.500 - Rp 4.000/kg.

Anggota Komisi B DPRD Jember, Rendra Wirawan, mengimbau para spekulan tidak bermain-main dengan harga beras. "Saya harap lebih memikirkan kepentingan orang banyak," ujar Rendra seusai melakukan inspeksi mendadak di Pasar Tanjung. (Surya)

Selasa, Februari 06, 2007

Cuma Kembalikan Rp 90 Juta

JEMBER - Instruksi DPP Partai Amanat Nasional (PAN) agar dana rapelan tunjangan komunikasi intensif (TKI) dikembalikan, langsung direspons tiga kader PAN yang duduk di DPRD Jember. Hanya saja, dari total Rp Rp 189 juta dana TKI (sebelum dipotong pph) yang diterima tiga anggota dewan itu, baru Rp 90 juta yang dikembalikan.

Tiga anggota dewan yang mengembalikan rapelan itu masing-masing Abdul Ghafur, Rendra Wirawan, dan Dimyati. Rapelan yang diserahkan tiap anggota dewan Rp 30 juta. Rapelan itu diserahkan pada Nur Laiyliya, bendahara sekretariat dewan di lantai tiga gedung DPRD pukul 13.00.

Saat menyerahkan rapelan itu, mereka didampingi beberapa fungsionaris DPD PAN Jember. Ketiganya duduk bersamaan di depan meja Nur. Selanjutnya Nur membuatkan tanda terima penyerahan rapelan itu. Berturut-turut yang dilayani adalah Dimyati, Abdul Ghafur, dan Rendra Wirawan.

Menurut Abdul Ghafur, pengembalian rapelan itu dilakukan anggota dewan dari PAN menyusul adanya instruksi dari DPP PAN agar setiap anggota dewan dari PAN untuk mengembalikan rapelan. "DPD PAN Jember juga minta agar rapelan itu dikembalikan. Bagi yang tidak mau mengembalikan, akan di-recall," ujarnya kemarin.

Karena hukumnya wajib dikembalikan, kata dia, maka statusnya sama dengan utang. "Kalau terus diulur-ulur, makin memberatkan," katanya. Sebab itu, sebagai awalan, pihaknya mengembalikan rapelan sebesar Rp 30 juta. Sisanya akan diangsur hingga Desember 2007.

Dari hitungan Ghafur, untuk mengembalikan sisa rapelan itu, dia harus menyisihkan uang sebesar Rp 3,8 juta per bulan. Sebab itu, dia mengaku berat untuk mengembalikan rapelan tersebut karena sebagian uangnya sudah dipakai untuk operasional. Pria yang juga ketua Komisi A DPRD itu mengaku, sudah telanjur membuat janji dengan para pengurus cabang dan ranting untuk membuat berbagai kegiatan.

Salah satunya adalah membangun posko PAN yang dilengkapi dengan berbagai perangkat investigasi. "Nantinya juga ada orang yang digaji khusus untuk itu. Tapi karena TKI ditarik, mungkin akan ditinjau lagi," akunya.

Untuk menjalankan kegiatan politik, dia menghitung, sedikitnya dibutuhkan uang Rp 80 juta per tahun. Karena TKI diminta dikembalikan, dia terpaksa harus lebih selektif terhadap kegiatan dan proposal yang diajukan konstituen padanya.

Sedangkan Rendra Wirawan mengaku tidak keberatan mengembalikan rapelan tersebut. Setiap anggota dewan PAN terpaksa baru bisa mengembalikan Rp 30 juta karena sebagian lainnya telanjur dikeluarkan. "Sambil menunggu rezeki, sisanya nanti akan kami angsur. Toh yang kami kembalikan sudah lebih dari 50 persen dari jumlah yang kami terima," ungkapnya.

Sementara itu, Plt Sekretaris Dewan Bambang Hariono mengatakan, sekwan menerima kembali uang rapelan anggota dewan hanya dalam kapasitas menerima titipan. "Kami bukan menerima pengembalikan, tapi hanya menerima titipan. Karena mekanisme pengembaliannya seperti apa, belum ada," ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jember, Hari Soemarsono juga mengembalikan rapelan TKI yang ditipkan ke sekwan DPRD Jember. (Radar Jember)

Kamis, Februari 01, 2007

Golkar Tolak Kembalikan Rapelan

JEMBER - Pengumuman revisi PP 37/2006 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memantik kontroversi di kalangan anggota DPRD Jember. Kalangan dewan terbelah dalam tiga kubu, yakni kubu yang menolak mengembalikan rapelan tunjangan komunikasi intensif (TKI), kubu yang menerima pengembalian rapelan dan kubu yang memilih menunggu perkembangan alias wait and see.

Kubu yang jelas-jelas menolak mengembalikan rapelan TKI adalah Partai Golkar. Ketua DPD Partai Golkar Jember yang juga anggota Fraksi Partai Golkar Yantit Budi Hartono menegaskan, dirinya tidak akan mengembalikan rapelan TKI. "Dari PP 37 itu apa yang salah? Wong itu sudah benar. Apa perlu masyarakat saya kumpulkan lalu saya mintai tanda tangan dan kuitansi," ujar Yantit di gedung dewan kemarin.

Dia menilai, pemerintah tidak konsisten dalam menjalankan aturan yang dibikinnya sendiri. Jika aturan yang telah dijalankan mudah diubah karena adanya tentangan dari sebagian pihak, berarti pemerintah tidak tegas untuk menegakkan aturan. "Wong aturan itu sudah disepakatai bersama, apalagi sudah diumumkan," katanya.

Bahkan, Yantit tak ragu-ragu mengajak anggota dewan yang lain untuk menolak mengembalikan rapelan TKI tersebut. "Aturannya sudah ada, dananya juga sudah dicairan. Kalau digunakan untuk serap aspirasi, peruntukannya benar, apakah anggota dewan ini mau dibuat babak belur?" cetusnya dengan nada tanya.

Apakah sikapnya ini harus diikuti oleh anggota Fraksi Partai Golkar yang lain? Dengan diplomatis Yantit menjawab, sikap Partai Golkar Jember sejak awal adalah menerima rapelan TKI itu yang sepenuhnya digunakan untuk membangun komunikasi dengan rakyat melalui berbagai pertemuan untuk menjaring aspirasi. "Ini sikap Partai Golkar sejak awal dan harus komitmen," tegasnya.

Sedangkan kubu anggota dewan yang pasrah dengan kebijakan pemerintah pusat, diantaranya diwakili Saptono Yusuf, Ketua Fraksi Demokrat Amanat Bangsa yang juga fungsionaris Partai Demokrat Jember. Menurut dia, semua penghasilan dan tunjang dewan diatur dengan aturan. "Kalau PP yang mengatur tunjangan dewan direvisi, dewan harus taat. Tidak ada alasan bagi dewan untuk menolak kembalikan rapelan," tuturnya.

Dia berharap agar rekan-rekannya sesama anggota dewan tidak memaknai sepotong-sepotong. Pemerintah sudah bersikap bijaksana dengan memberi tenggang waktu kepada anggota dewan sampai Desember 2007 untuk mengembalikan rapelan TKI dan operasional yang terlanjur diterima. "Apalagi nanti masih ada PP pengganti yang baru," tandas anggota dewan dari daerah pemilihan Jember IV ini.

Disinggung apakah perintah mengembalikan rapelan itu memberatkan dewan, Saptono menilai relatif. "Kalau dibilang memberatkan ya memberatkan," jawabnya. Tapi, dengan adanya toleransi untuk mengembalikan rapelan TKI ke kas daerah hingga akhir 2007, kebijakan itu tidak perlu terlalu dipersoalkan.

Anggota dewan lain yang juga pasrah terhadap perintah mengembalikan rapelan itu adalah Rendra Wirawan, anggota dewan dari PAN. Secara pribadi, dia akan menaati perintah itu. "Sedangkan FDAB sendiri akan mengambil langkah sesuai kebijakan pemerintah," ungkapnya.

Hal yang sama juga disampaikan Ketua DPC PKB Jember Miftahul Ulum yang juga ketua Komisi D DPRD Jember. Pada dasarnya, PKB akan mengikuti aturan main yang dikeluarkan pemerintah. Dia juga menegaskan, sejak rapelan TKI dicairkan, partainya tidak pernah menerima aliran dana itu dari kadernya yang duduk di dewan. "Partai hanya menerima iuran rutin bulanan yang memang diambil dari gaji rutin anggota dewan setiap bulan," tegasnya.

Dan kubu ketiga adalah yang memilih wait and see. Kubu ini salah satunya diwakili oleh Ketua DPRD Jember HM Madini Farouq. Meski pemerintah sudah mengumumkan akan merevisi PP 37/2006 dan meminta rapelan TKI dikembalikan ke kas daerah, Mamak -sapaan akrabnya- akan menunggu PP penggantinya. "Kami menunggu PP penggantinya. Saya kan baru baca itu tadi pagi," ujarnya.

Jika nanti PP pengganti turun dan tetap memerintahkan untuk mengembalikan rapelan, pihaknya akan mengembalikannya ke kas daerah. Apalagi anggota dewan masih memiliki waktu untuk mengembalikan rapelan itu hingga Desember 2007.

Sementara itu, menyikapi pro kontra PP 37/2006, Pemkab Jember bersikap normatif. Melalui Wakil Ketua Tim Anggaran Soeprapto, pihaknya berpedoman pada hasil evaluasi APBD 2007 yang dikeluarkan oleh Pemprov Jatim. "Dalam evaluasi, tidak dipersoalkan. Maka kami jalan terus dengan mengacu pada hasil evaluasi pemprov. Evaluasi itu keluar sebelum pemerintah mengumumkan revisi PP 37/2006," ujarnya.

Prinsipnya, Pemkab Jember telah menganggarkan TKI dan operasional pimpinan dewan itu sesuai dengan kewajaran dan kemampuan daerah. Apalagi PP pengganti belum diterima pemkab. "Kami tertib administrasi saja. Posisi kami bukan dalam kapasitas untuk menarik kembali rapelan itu atau tidak," tukas pejabat yang juga kepala Bappekab Jember ini. (Radar Jember)

Kamis, Januari 25, 2007

BK Panggil Ketua DPRD

JEMBER - Hubungan antara Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Jember HM. Baharuddin Nur dengan jajaran pimpinan dewan kian menghangat. Bahkan, BK dalam waktu dekat berencana memanggil pimpinan DPRD Jember. Pemanggilan ini terkait munculnya kesimpangsiuran dan ketidakjelasan informasi terkait penyerahan draf kode etik DPRD ke provinsi.

"Saya akan panggil dan klarifikasi ke pimpinan dewan. Ini dilakukan agar masyarakat juga jelas, mana yang benar. Apakah pimpinan dewannya yang ndak benar atau BK-nya yang tidak benar," ujarnya. Apalagi, pada 10 Januari 2007, Badan Kehormatan telah berkirim surat kepada pimpinan DPRD Jember terkait tindak lanjut kode etik yang masih belum dikirim ke provinsi.

"Tapi hingga kini (kemarin, Red), masih belum ada jawaban dari pimpinan dewan. Gus Mamak (Ketua DPRD Jember, Red) mengatakan sudah dikirim ke provinsi. Tetapi kenyataannya, sekretariat dewan mengatakan masih belum dikirim. Mana yang benar?" tegasnya jengkel.

Baharudin melihat, belum dikirimnya kode etik ke provinsi ada maksud-maksud tertentu di balik itu semua. Bisa jadi, kata dia, itu dilakukan untuk mengkerdilkan atau tidak memfungsikan kinerja BK. Baharudin sempat heran pula dengan pernyataan Wakil Ketua DPRD Jember Mahmud Sardjujono yang menyatakan ada item-item dalam kode etik yang belum clear, sehingga dianggap belum final. "Yang belum clear tersebut pasal-pasal mana saja. Pansus yang membahas masalah kode etik dan tata tertib dewan saja sudah dibubarkan. Setelah dibubarkan kok baru bilang belum clear dan belum final. Ini kan lucu," ujarnya.

Baharudin juga tidak sependapat dengan belum dikirimnya kode etik kemudian BK bisa menggunakan tata tertib yang lama. "Tata tertib lama kan sudah dibongkar dan disesuaikan dengan aturan yang baru. Sekarang malah diminta menggunakan yang lama," tegasnya. Tak heran bila Baharuddin memandang ada upaya-upaya untuk tidak mengoptimalkan kinerja BK dalam pengawasan terhadap kinerja dewan. "Ini jelas untuk mengkerdilkan BK," ujarnya.

Alasannya, dengan tidak adanya kode etik dewan, BK akhirnya tidak bisa menjalankan tugasnya dengan baik sampai habisnya masa tugas BK. "Bagaimana BK bisa bekerja, wong kode etiknya tidak dikirim. Kalau tidak ada aturan, BK tidak bisa bertindak tegas," tegasnya.

Soal rencana pemanggilan itu ternyata banyak anggota dewan yang memberi dukungan. Salah satu dukungan diberikan Ir Sudjatmiko, anggota dewan dari Fraksi Partai Golkar. "Saya mendukung langkah BK memanggil pimpinan dewan guna mengklarifikasi soal kode etik yang katanya sudah dikirim kenyataan belum dikirim," ujarnya.

Sudjatmiko juga mengaku kaget mengetahui bila kode etik masih belum dikirim ke provinsi. "Kami mendesak agar kode etik segera diserahkan ke provinsi. Sehingga dalam menjalankan kinerjanya BK bisa optimal. "Agar tidak sele gence (simpang siur, Red). Kalau dewan tidak punya kode etik, ditertawakan nantinya," ujarnya. Sudjatmiko mengaku tidak sependapat bila dalam menjalankan tugasnya BK masih mengunakan tata tertib yang lama.

"Tata tertib yang lama sudah diubah menyesuaikan peraturan perundangan yang baru. Menurut saya, tata tertib dewan yang lama tidak cukup untuk menunjang kinerja dewan. Tata tertib dan kode etik sudah mengikuti aturan yang baru," ujarnya.

Dukungan serupa dilontarkan Rendra Wirawan, anggota dewan dari Fraksi Demokrat Amanat Bangsa (FDAB). Ia juga mengaku kecewa dan tidak tahu selama ini ternyata kode etik dewan masih belum dikirim ke provinsi. "Tidak ada alasan bagi pimpinan untuk tidak menyerahkan kode etik. Apalagi semuanya sudah beres dibahas dalam pansus. Dan pansus yang membahas masalah kode etik dan tata tertib sudah dibubarkan," ujarnya.

Untuk itulah, ia menyatakan dukungannya dengan langkah BK memanggil pimpinan dewan guna mengklarifikasi dan menanyakan kenapa draf kode etik masih belum dikirim."BK tidak bisa menjalankan tugasnya bila tidak ada kode etik. Dalam menjalankan tugasnya, anggota dewan harus ada frame yang jelas," tambah anggota dewan termuda dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini.

Tak heran bila selama ini, BK tidak bisa berbuat banyak ketika ada anggota dewan yang jarang masuk.Hal senada dilontarkan Sunardi, anggota dewan dari Fraksi Persatuan Pembangunan (PPP). Dirinya juga mendukung langkah BK untuk memanggil pimpinan DPRD Jember guna mengklarifikasi masalah belum dikirimnya kode etik. "Jangan sampai BK kemudian diadili oleh anggota dewan sendiri karena kinerjanya tidak optimal," tegasnya.

Apalagi, selama ini BK juga sudah menerima honor terkait posisinya di BK. "Masak BK dibayar tapi kinerjanya tidak optimal," tambahnya.

Sunardi khawatir, ada kesengajaan dengan tidak dikirimnya kode etik dewan. Dengan maksud mengulur-ulur waktu sampai masa bakti BK habis. "Masa baktinya kan dua tahun setengah. Ini tinggal satu tahunan sudah habis dan perlu diganti lagi," tegasnya. Sunardi mengaku tidak sependapat bila BK dalam kinerjanya masih menggunakan aturan tata tertib yang lama.

"Tata tertib lama sudah diubah menyesuaikan aturan yang baru," ujarnya. Dukungan serupa diberikan Miftahul Ulum, anggota dewan dari Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB). Ulum sempat heran dan bertanya-tanya pula, kenapa kode etik dewan masih belum juga dikirim.

Padahal, pansus yang membahas tata tertib dewan dan kode etik sudah dibubarkan. "Agar BK bisa bekerja berdasarkan aturan hukum, maka kode etik segera dikirim. Saya tidak tahu kenapa kok sampai tidak dikirim. Itu sudah kewenangan pimpinan," tambahnya. Ulum mengingatkan, jangan sampai dengan kejadian tersebut, akhirnya muncul ketidakpercayaan anggota dewan terhadap jajaran pimpinan dewan.

"Bila BK mau memangil pimpinan dewan, kami mendukung saja. Dalam pansus sudah dibahas dan sudah selesai. Nggak tahu kenapa tidak segera dikirim," tambahnya. (Radar Jember)