Rabu, Oktober 31, 2007

Anggaran Panjat Pinang Rp 85 Juta Jadi Tanda Tanya


Jember - Komisi B DPRD Jember mempertanyakan anggaran Rp 85 juta yang digunakan untuk lomba panjat pinang saat rapat dengan Kantor Pariwisata Jember membahas Perubahan APBD 2007, Rabu (31/10/2007).

Komisi B merasa tidak pernah diberitahu mengenai adanya penambahan anggaran untuk kepentingan lomba panjat pinang menyambut Bulan Berkunjung ke Jember (BBJ), dari Rp 6,5 juta menjadi Rp 85 juta dalam perubahan anggaran mendahului Perubahan APBD 2007.

"Kami menyayangkan. Semestinya kami diberitahu sebagai mitra Kantor Pariwisata," kata Rendra Wirawan, anggota Komisi B dari Fraksi Demokrat Amanat Bangsa. Komisi B terkejut, karena anggaran Rp 85 juta itu tiba-tiba muncul di Perubahan APBD 2007.

Sementara, Hawari Hamim dari Fraksi Kebangkitan Bangsa menegaskan, seharusnya ada komunikasi dengan DPRD lebih dulu dalam hal penambahan anggaran itu. "Di samping itu, kami juga mempertanyakan validitas regulasi yang digunakan," katanya.

Saat ditanyakan ke Kantor Pariwisata, Komisi B memperoleh jawaban bahwasanya penambahan itu sudah mendapat izin dari Bupati Jember. "Kami akhirnya bisa menerima. Kalau seizin bupati, maka yang tanggungjawab ya bupati, bukan kami," kata Rendra.

Lomba panjat 100 pohon pinang dalam rangka BBJ digelar di alun-alun Jember. Lomba ini diikuti ratusan orang dan menjadi daya tarik tersendiri dalam acara BBJ beberapa bulan lalu. (http://www.beritajatim.com/)

Senin, Oktober 15, 2007

Produktivitas Legislasi Rendah

JEMBER - Produktivitas DPRD Jember periode 2004 - 2009 di bidang legislasi terbilang masih rendah. Produktivitas anggota DPRD periode 1999 - 2004 dalam menelurkan peraturan daerah (perda), jauh lebih tinggi dari anggota dewan hasil Pemilu 2004.

Data yang dihimpun Erje, perda yang dihasilkan anggota dewan periode 1999 - 2004 mencapai 193 perda. Jika dirata-rata, setahun ada 38 perda yang dihasilkan. Sedangkan anggota dewan periode sekarang, pada 2005 hanya menghasilkan 19 perda dan 2006 menghasilkan 13 perda.

Fakta ini terlihat ironis karena DPRD periode 2004 - 2009 memiliki lembaga bernama panitia legislasi (panleg). Panitia ini dibentuk untuk membahas perda yang masuk ke meja dewan atau merancang perda inisiatif. Keadaan ini juga disesalkan sejumlah anggota dewan sendiri. Rendra Wirawan, salah satu anggota komisi B.

Menurut dia, untuk mendongkrak produktivitas kinerja legislasi, dewan mestinya bisa mengajukan perda inisiatif. "Tinggal mencari dukungan dari lima anggota dewan, selesai," katanya.Sebab itu, untuk mendorong produktivitas legislasi, komisi B telah menyiapkan rencana untuk mengajukan raperda inisiatif.

Di antaranya, raperda inisiatif tentang kehutanan, badan kredit desa (BKD), tembakau, dan pedagang kaki lima (PKL). Bahkan, pembahasan raperda soal kehutanan dan tembakau sudah dilakukan studi banding ke Jawa Tengah.

Anggota dewan dari komisi C, Hari Sumarsono, mengaku juga telah mendorong adanya perda inisiatif di komisi C. Raperda yang tengah didorong ke panleg adalah soal tambang galian C. Tapi dia mengaku tidak tahu mengapa belum ada tindak lanjut.

Di hadapan sejumlah ulama beberapa waktu lalu, pimpinan dewan dan sejumlah anggota panleg berjanji untuk menindaklanjuti keinginan membikin raperda Jember Religius. Tapi bak diterpa angin, kabar juntrungnya hingga kini tak jelas.

Anggota Panleg DPRD Abdul Ghafur mengakui, kinerja panleg di bidang legislasi masih perlu ditingkatkan. Namun, dia minta agar tak serta-merta membandingkan dengan kinerja legislasi dengan anggota dewan periode lalu. "Waktu itu ada euforia seiring era otonomi daerah untuk berlomba menjadi legislator andal," katanya.

Selain itu, politisi PAN ini menilai, rendahnya legislasi dewan disebabkan eskalasi konflik politik di dewan relatif tinggi. Misalnya, banyaknya unjuk rasa kader parpol soal pergantian antar waktu (PAW) dan ancaman PAW bagi sejumlah anggota dewan dari induk partainya. (Radar Jember)

Senin, Oktober 01, 2007

Punya Panleg, Tapi Produk Legislasi Kok Sedikit

Jember - Membandingkan kinerja DPRD Jember periode 1999 - 2004 dengan 2004 - 2009 dalam hal kinerja fungsi legislasi (pembuatan peraturan daerah) bagaikana bumi dengan langit. Jauh sekali.

Menurut data yang dihimpun beritajatim.com, sejak 1999 - 2004, DPRD Jember sudah memproduksi 193 buah perda. Berarti setiap tahun, ada sekitar 38 perda yang ditelurkan lembaga legislatif. Praktis, hanya tahun 2004 tidak ada pembahasan perda karena masa transisi pemilu.

Sementara itu, DPRD periode 2004 - 2009 hanya memproduksi 19 perda pada tahun 2005 dan 13 perda pada tahun 2006. Jika masih dibandingkan DPRD periode lalu, pada tahun kedua (tahun 2000) sudah 106 perda tercipta dan pada tahun ketiga (tahun 2002) ada 23 yang diselesaikan pembahasannya.

Minimnya produktivitas ini dipertanyakan anggota dewan sendiri. Anggota Komisi B Rendra Wirawan tak mampu memahami alasan minimnya produktivitas itu. Pasalnya, hampir setahun ini DPRD Jember telah membentuk Panitia Legislatif (Panleg) yang bertugas khusus membahas perda.

"Sampai sejauh ini Panleg belum maksimal. Kalau memang Panleg tidak mampu, sebagai anggota dewan kami sendiri yang akan membuat inisiatif mengajukan rancangan perda. Tinggal menghimpun minimal lima orang anggota dewan lintas fraksi dan komisi, beres," kata Wirawan.

Menurut Wirawan, Komisi B sudah menargetkan untuk merampungkan pembahasan perda tentang kehutanan, badan perkreditan desa, dan perda mengenai pedagang kaki lima. Selain itu masih ada perda mengenai tembakau yang menanti untuk dibahas.

Hari Sumarsono dari Komisi C juga sudah pernah mendorong Panleg untuk bekerja menindaklanjuti masalah pendapatan asli daerah dari tambang galian C. Namun, ia tidak tahu mengapa belum juga dilakukan.

Jadi, halo Panleg DPRD Jember? Apa saja kerjamu di sana? (www.beritajatim.com)

Perda Kadaluwarsa Belum Dicabut

Jember - Pemerintah Kabupaten dan DPRD Jember perlu bersama-sama mengevaluasi ratusan peraturan daerah yang pernah diundangkan sejak tahun 1974. Sejak tahun 1974 hingga tahun 2006, sebanyak 399 perda telah diundangkan.

Tercatat tahun 1974-1980 telah dibuat 41 perda, tahun 1981 â€" 1989 terdapat 31 perda, 1990 â€" 1998 terdapat 102 perda, tahun 1999 â€" 2006 terdapat 225 perda.

Ketua Komisi A DPRD Jember Abdul Ghafur memandang, ada sejumlah perda yang memang mendesak dievaluasi karena kadaluwarsa.

"Contohnya perda nomor 5/1975 tentang peraturan pungutan pajak potong hewan. Ini apa masih efektif? Kalau tidak, kenapa masih ada," katanya.

Ghafur juga mencontohkan perda lainnya, yakni perda nomor 17/1978 yakni perda izin mendirikan tempat persewaan pengeras suara.

"Kalau memang tidak efektif dan tidak dilaksanakan lebih baik dihapus. Sebab kalau masih ada dan tidak dilaksanakan, berarti pemerintah kabupaten melanggar perda sendiri," katanya.

Rendra Wirawan dari Komisi B membenarkan adanya perda yang perlu direvisi, seperti perda mengenai pedagang kaki lima.

"Perda ini perlu disesuaikan dengan situasi, kondisi, toleransi, pandangan dan jangkauan kabupaten Jember, mengingat perkembangan PKL sudah sedemikian pesat dan zaman berubah," katanya. (www.beritajatim.com)