Kamis, Januari 25, 2007

BK Panggil Ketua DPRD

JEMBER - Hubungan antara Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Jember HM. Baharuddin Nur dengan jajaran pimpinan dewan kian menghangat. Bahkan, BK dalam waktu dekat berencana memanggil pimpinan DPRD Jember. Pemanggilan ini terkait munculnya kesimpangsiuran dan ketidakjelasan informasi terkait penyerahan draf kode etik DPRD ke provinsi.

"Saya akan panggil dan klarifikasi ke pimpinan dewan. Ini dilakukan agar masyarakat juga jelas, mana yang benar. Apakah pimpinan dewannya yang ndak benar atau BK-nya yang tidak benar," ujarnya. Apalagi, pada 10 Januari 2007, Badan Kehormatan telah berkirim surat kepada pimpinan DPRD Jember terkait tindak lanjut kode etik yang masih belum dikirim ke provinsi.

"Tapi hingga kini (kemarin, Red), masih belum ada jawaban dari pimpinan dewan. Gus Mamak (Ketua DPRD Jember, Red) mengatakan sudah dikirim ke provinsi. Tetapi kenyataannya, sekretariat dewan mengatakan masih belum dikirim. Mana yang benar?" tegasnya jengkel.

Baharudin melihat, belum dikirimnya kode etik ke provinsi ada maksud-maksud tertentu di balik itu semua. Bisa jadi, kata dia, itu dilakukan untuk mengkerdilkan atau tidak memfungsikan kinerja BK. Baharudin sempat heran pula dengan pernyataan Wakil Ketua DPRD Jember Mahmud Sardjujono yang menyatakan ada item-item dalam kode etik yang belum clear, sehingga dianggap belum final. "Yang belum clear tersebut pasal-pasal mana saja. Pansus yang membahas masalah kode etik dan tata tertib dewan saja sudah dibubarkan. Setelah dibubarkan kok baru bilang belum clear dan belum final. Ini kan lucu," ujarnya.

Baharudin juga tidak sependapat dengan belum dikirimnya kode etik kemudian BK bisa menggunakan tata tertib yang lama. "Tata tertib lama kan sudah dibongkar dan disesuaikan dengan aturan yang baru. Sekarang malah diminta menggunakan yang lama," tegasnya. Tak heran bila Baharuddin memandang ada upaya-upaya untuk tidak mengoptimalkan kinerja BK dalam pengawasan terhadap kinerja dewan. "Ini jelas untuk mengkerdilkan BK," ujarnya.

Alasannya, dengan tidak adanya kode etik dewan, BK akhirnya tidak bisa menjalankan tugasnya dengan baik sampai habisnya masa tugas BK. "Bagaimana BK bisa bekerja, wong kode etiknya tidak dikirim. Kalau tidak ada aturan, BK tidak bisa bertindak tegas," tegasnya.

Soal rencana pemanggilan itu ternyata banyak anggota dewan yang memberi dukungan. Salah satu dukungan diberikan Ir Sudjatmiko, anggota dewan dari Fraksi Partai Golkar. "Saya mendukung langkah BK memanggil pimpinan dewan guna mengklarifikasi soal kode etik yang katanya sudah dikirim kenyataan belum dikirim," ujarnya.

Sudjatmiko juga mengaku kaget mengetahui bila kode etik masih belum dikirim ke provinsi. "Kami mendesak agar kode etik segera diserahkan ke provinsi. Sehingga dalam menjalankan kinerjanya BK bisa optimal. "Agar tidak sele gence (simpang siur, Red). Kalau dewan tidak punya kode etik, ditertawakan nantinya," ujarnya. Sudjatmiko mengaku tidak sependapat bila dalam menjalankan tugasnya BK masih mengunakan tata tertib yang lama.

"Tata tertib yang lama sudah diubah menyesuaikan peraturan perundangan yang baru. Menurut saya, tata tertib dewan yang lama tidak cukup untuk menunjang kinerja dewan. Tata tertib dan kode etik sudah mengikuti aturan yang baru," ujarnya.

Dukungan serupa dilontarkan Rendra Wirawan, anggota dewan dari Fraksi Demokrat Amanat Bangsa (FDAB). Ia juga mengaku kecewa dan tidak tahu selama ini ternyata kode etik dewan masih belum dikirim ke provinsi. "Tidak ada alasan bagi pimpinan untuk tidak menyerahkan kode etik. Apalagi semuanya sudah beres dibahas dalam pansus. Dan pansus yang membahas masalah kode etik dan tata tertib sudah dibubarkan," ujarnya.

Untuk itulah, ia menyatakan dukungannya dengan langkah BK memanggil pimpinan dewan guna mengklarifikasi dan menanyakan kenapa draf kode etik masih belum dikirim."BK tidak bisa menjalankan tugasnya bila tidak ada kode etik. Dalam menjalankan tugasnya, anggota dewan harus ada frame yang jelas," tambah anggota dewan termuda dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini.

Tak heran bila selama ini, BK tidak bisa berbuat banyak ketika ada anggota dewan yang jarang masuk.Hal senada dilontarkan Sunardi, anggota dewan dari Fraksi Persatuan Pembangunan (PPP). Dirinya juga mendukung langkah BK untuk memanggil pimpinan DPRD Jember guna mengklarifikasi masalah belum dikirimnya kode etik. "Jangan sampai BK kemudian diadili oleh anggota dewan sendiri karena kinerjanya tidak optimal," tegasnya.

Apalagi, selama ini BK juga sudah menerima honor terkait posisinya di BK. "Masak BK dibayar tapi kinerjanya tidak optimal," tambahnya.

Sunardi khawatir, ada kesengajaan dengan tidak dikirimnya kode etik dewan. Dengan maksud mengulur-ulur waktu sampai masa bakti BK habis. "Masa baktinya kan dua tahun setengah. Ini tinggal satu tahunan sudah habis dan perlu diganti lagi," tegasnya. Sunardi mengaku tidak sependapat bila BK dalam kinerjanya masih menggunakan aturan tata tertib yang lama.

"Tata tertib lama sudah diubah menyesuaikan aturan yang baru," ujarnya. Dukungan serupa diberikan Miftahul Ulum, anggota dewan dari Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB). Ulum sempat heran dan bertanya-tanya pula, kenapa kode etik dewan masih belum juga dikirim.

Padahal, pansus yang membahas tata tertib dewan dan kode etik sudah dibubarkan. "Agar BK bisa bekerja berdasarkan aturan hukum, maka kode etik segera dikirim. Saya tidak tahu kenapa kok sampai tidak dikirim. Itu sudah kewenangan pimpinan," tambahnya. Ulum mengingatkan, jangan sampai dengan kejadian tersebut, akhirnya muncul ketidakpercayaan anggota dewan terhadap jajaran pimpinan dewan.

"Bila BK mau memangil pimpinan dewan, kami mendukung saja. Dalam pansus sudah dibahas dan sudah selesai. Nggak tahu kenapa tidak segera dikirim," tambahnya. (Radar Jember)