Anggota DPRD Jember Sidak Susu
sumber: beritajatim.com
Jember - Anggota Komisi B DPRD Jember Rendra Wirawan melakukan inspeksi mendadak ke supermarket untuk memantau peredaran merek susu dan makanan yang dicurigai mengandung melamin, Rabu (24/9/2008).
"Kami ingin memastikan sendiri bahwa produk dari China yang berbahaya tidak beredar di Jember," kata Rendra. Ia mengimbau agar pengusaha toko memperhatikan keselamatan konsumen.
Di salah satu supermarket, Rendra tidak menemukan susu merek China yang diduga mengandung melamin. Namun, ia menemukan dua produk makanan ringan cokelat dan permen yang dilansir di media massa sebagai berbahaya.
Rendra menanyakan temuan dua produk tersebut kepada pemilik toko. Akhirnya, manajemen sepakat menarik dua produk itu dari rak jual. "Kita akan kembalikan ke distributor," kata Ayun, salah satu staf administrasi toko tersebut. [wir/kun]
Rabu, September 24, 2008
Minggu, September 07, 2008
Konversi Mitan ke Elpiji
Legislator Curigai Bisnis Kelompok Tertentu
sumber: beritajatim.com
Jember - Konversi minyak tanah ke elpiji di Jember dalam waktu dekat masih tidak disepakati anggota DPRD Jember. Bahkan, ada kecurigaan konversi hanya bagian dari bisnis kelompok tertentu.
Kecurigaan ini dilemparkan anggota Komisi B Bidang Perekonomian dari Fraksi PDI Perjuangan, Imam Sudaim. "Itu bagian dari bisnis kelompok tertentu untuk memasarkan elpiji ke masyarakat, dengan alasan BBM tidak mencukupi. Pemkab harus berani menolak atau paling tidak menunda konversi," katanya.
Menurut Sudaim, elpiji bukan kebutuhan mendasar warga Jember. Sebagian warga Jember tidak menggunakan minyak tanah atau elpiji, namun menggunakan kayu bakar. "Kalau kita masuk ke desa-desa, banyak yang pakai kayu bakar. Minyak hanya untuk penerangan. Kalau konversi dipaksakan, sangat merugikan masyarakat, tak ada untungnya bagi pemerintah daerah," katanya.
Namun bukankah saat ini sosialisasi sudah berjalan? Sudaim membenarkan. Menurutnya, sebatas sosialisasi, konversi tidak menjadi masalah. "Tapi tidak boleh direalisasi dengan alasan kekurangan BBM," katanya.
Sudaim meminta agar masyarakat berani secara bersama-sama menolak konversi. Apalagi beberapa waktu lalu, harga elpiji naik dan terjadi antrean di sejumlah tempat di Indonesia.
Anggota Komisi B lainnya dari Fraksi Demokrat Amanat Bangsa Rendra Wirawan menegaskan, sosialisasi harus dilaksanakan secara benar dan tak asal menunaikan tugas. Dengan demikian masyarakat tidak merasa dibodohi. Apalagi masih banyak anggota masyarakat yang tak memahami penggunaan elpiji.
Sementara itu, Asisten Bidang Perekonomian Edi Budi Susilo mengatakan, sosialisasi konversi tetap dilakukan. "Setelah sosialisasi selesai, pendataan akan dilakukan surveyor, verifikasi, dan pendistribusian," katanya.
Jika mengacu jadwal, kemungkinan besar program konversi baru akan dimulai tahun depan. Pasalnya akhir tahun 2008 dipenuhi momentum penting seperti puasa, idul fitri, dan pemilihan gubernur putaran kedua.
Sejauh ini, tanggapan masyarakat beragam terhadap sosialisasi yang dilakukan. "Ada yang langsung paham, ada yang bertanya-tanya. Nanti ada sistem edukasi," kata Edi.
Pemkab Jember tetap mendukung sosialisasi konversi, karena ini program nasional. "Saya khawatir pada akhirnya konversi berjalan, ada ketentuan pemerintah, jumlah minyak tanah secara bertahap dikurangi. Kalau masyarakat tak melaksanakan konversi, saya khawatir di satu sisi tidak menerima elpii, di sisi lain tak mendapat minyak tanah," kata Edi. [wir/kun]
Legislator Curigai Bisnis Kelompok Tertentu
sumber: beritajatim.com
Jember - Konversi minyak tanah ke elpiji di Jember dalam waktu dekat masih tidak disepakati anggota DPRD Jember. Bahkan, ada kecurigaan konversi hanya bagian dari bisnis kelompok tertentu.
Kecurigaan ini dilemparkan anggota Komisi B Bidang Perekonomian dari Fraksi PDI Perjuangan, Imam Sudaim. "Itu bagian dari bisnis kelompok tertentu untuk memasarkan elpiji ke masyarakat, dengan alasan BBM tidak mencukupi. Pemkab harus berani menolak atau paling tidak menunda konversi," katanya.
Menurut Sudaim, elpiji bukan kebutuhan mendasar warga Jember. Sebagian warga Jember tidak menggunakan minyak tanah atau elpiji, namun menggunakan kayu bakar. "Kalau kita masuk ke desa-desa, banyak yang pakai kayu bakar. Minyak hanya untuk penerangan. Kalau konversi dipaksakan, sangat merugikan masyarakat, tak ada untungnya bagi pemerintah daerah," katanya.
Namun bukankah saat ini sosialisasi sudah berjalan? Sudaim membenarkan. Menurutnya, sebatas sosialisasi, konversi tidak menjadi masalah. "Tapi tidak boleh direalisasi dengan alasan kekurangan BBM," katanya.
Sudaim meminta agar masyarakat berani secara bersama-sama menolak konversi. Apalagi beberapa waktu lalu, harga elpiji naik dan terjadi antrean di sejumlah tempat di Indonesia.
Anggota Komisi B lainnya dari Fraksi Demokrat Amanat Bangsa Rendra Wirawan menegaskan, sosialisasi harus dilaksanakan secara benar dan tak asal menunaikan tugas. Dengan demikian masyarakat tidak merasa dibodohi. Apalagi masih banyak anggota masyarakat yang tak memahami penggunaan elpiji.
Sementara itu, Asisten Bidang Perekonomian Edi Budi Susilo mengatakan, sosialisasi konversi tetap dilakukan. "Setelah sosialisasi selesai, pendataan akan dilakukan surveyor, verifikasi, dan pendistribusian," katanya.
Jika mengacu jadwal, kemungkinan besar program konversi baru akan dimulai tahun depan. Pasalnya akhir tahun 2008 dipenuhi momentum penting seperti puasa, idul fitri, dan pemilihan gubernur putaran kedua.
Sejauh ini, tanggapan masyarakat beragam terhadap sosialisasi yang dilakukan. "Ada yang langsung paham, ada yang bertanya-tanya. Nanti ada sistem edukasi," kata Edi.
Pemkab Jember tetap mendukung sosialisasi konversi, karena ini program nasional. "Saya khawatir pada akhirnya konversi berjalan, ada ketentuan pemerintah, jumlah minyak tanah secara bertahap dikurangi. Kalau masyarakat tak melaksanakan konversi, saya khawatir di satu sisi tidak menerima elpii, di sisi lain tak mendapat minyak tanah," kata Edi. [wir/kun]
Mahalnya Jadi Bacaleg
Gali Lubang Tutup Lubang Versi Legislatif
sumber: beritajatim.com
Jember - Jadi anggota legislatif tidak murah. Ongkosnya bisa puluhan hingga ratusan juta rupiah untuk pencalonan DPRD kabupaten/kota dan propinsi pada pemilu 2009. Maka, para calon legislator harus putar untuk 'gali lubang tutup lubang'.
Setiap caleg memiliki besar pengeluaran anggaran yang tak sama. Semua tergantung tingkat kebutuhan dan luasan cakupan ekspansi politik yang mereka lakukan. Rendra Wirawan, caleg DPRD Jawa Timur dari Partai Amanat Nasional, memperkirakan hingga jadi bakal dibutuhkan duit Rp 400 juta - 500 juta. "Saya untuk proses awal pencalegan saja sudah habis Rp 50 juta," katanya.
Rendra adalah pengusaha muda bisnis makanan tradisional Jember. Saat ini, ia duduk sebagai anggota DPRD Jember. Pada pemilu mendatang, rencananya ia akan bertarung di daerah pemilihan Jember - Lumajang.
Untuk apa saja duit sebanyak itu? Rendra mengatakan, untuk pembuat atribut, sosialisasi, biaya perjalanan mengurus pencalonan Jember - Surabaya, dan biaya pertemuan dan rapat dengan struktur partai.
"Dibanding tahun 2004 memang lebih mahal saat ini. Inflasi dan pola pikir masyarakat berpengaruh. Anggota DPRD dianggap banyak uang sehingga memunculkan pola pikir pragmatis, sementara keperluan pembinaan konstituen mendesak," kata Rendra.
Pengaruh perubahan pola pikir masyarakat dibenarkan Hawari Hamim, calon legislator yang dipasang oleh Partai Kebangkitan Nasional Ulama. Pendekatan terhadap konstituen memang bisa secara idealis dan pragmatis. Ia sendiri sebisa mungkin menawarkan program kerja yang memikat masyarakat.
Namun, Hawari mengaku tak menghabiskan uang sebanyak Rendra. Jika mengacu pengalaman pemilu 2004, duit yang habis paling tidak Rp 50 juta.
Prajitno dari Partai Persatuan Pembangunan mengatakan, tahun 2004 menghabiskan duit kurang lebih Rp 90 juta. Saat ini, angka itu bisa naik Rp menjadi sedikitnya Rp 100 juta.
Besar kecilnya nominal anggaran pencalonan juga tergantung nomor urut dalam daerah pemilihan. Nomor urut pertama yang biasa disebut calon jadi, menanggung dana untuk keperluan kampanye partai. Bahkan, anggaran untuk pengerahan massa. Ini merupakan kompensasi bagi nomor bagus yang diperoleh.
Dengan sistem pemilu di Indonesia saat ini, nomor urut pertama dalam sebuah partai sangat mungkin bakal lolos menjadi legislator. Pasalnya, masyarakat masih cenderung memilih tanda gambar partai daripada nama calon. Padahal, seorang calon baru bisa bersantai setelah memenuhi target minimal bilangan pembagi pemilih (BPP).
Lantas bagaimana para caleg ini membiayai kegiatan politik mereka? Belajar dari pemilu 2004, Prajitno akan membongkar simpanan pribadi. Kalau masih kurang, ia akan pinjam kanan-kiri, dari sanak kerabat atau dermawan yang dikenalnya.
"Kalau sudah jadi anggota Dewan, ya pinjam Bank Jatim (untuk mengembalikan utang-utang itu). Jaminannya SK anggota DPRD. Dulu saya pinjam Rp 50 juta dari Bank Jatim, dicicil empat tahun dengan jalan potong gaji," kata Prajitno.
Itu jika Prajitno sukses menjadi anggota DPRD sebagaimana periode 2004 - 2009. Kalau gagal? "Ya, terpaksa menjual barang yang ada di rumah. Entah mobil, atau apa. Tapi kondisi saat ini lebih mending daripada waktu saya nyalon tahun 2004," katanya.
Sementara Rendra Wirawan mengatakan, kocek pribadi sebagai sumber dana. Ia juga mendapat bantuan dari sanak kerabat. Ia berupaya tak akan meminjam duit dari bank.
Soal pendanaan, caleg baru dan belum berpengalaman seperti Abdul Kadar mengaku tak cemas. Caleg dari Partai Penegak Demokrasi Indonesia ini percaya reputasinya sebagai tokoh lembaga swadaya masyarakat bisa menarik minat rakyat, tanpa keluar banyak duit.
"Saya tidak menganggarkan detail untuk pencalegan. Ketika saya menyampaikan kepada basis pendukung bahwa saya oper persneling dari LSM ke partai, mereka siap menjadi relawan," kata Kadar. [wir/kun]
Gali Lubang Tutup Lubang Versi Legislatif
sumber: beritajatim.com
Jember - Jadi anggota legislatif tidak murah. Ongkosnya bisa puluhan hingga ratusan juta rupiah untuk pencalonan DPRD kabupaten/kota dan propinsi pada pemilu 2009. Maka, para calon legislator harus putar untuk 'gali lubang tutup lubang'.
Setiap caleg memiliki besar pengeluaran anggaran yang tak sama. Semua tergantung tingkat kebutuhan dan luasan cakupan ekspansi politik yang mereka lakukan. Rendra Wirawan, caleg DPRD Jawa Timur dari Partai Amanat Nasional, memperkirakan hingga jadi bakal dibutuhkan duit Rp 400 juta - 500 juta. "Saya untuk proses awal pencalegan saja sudah habis Rp 50 juta," katanya.
Rendra adalah pengusaha muda bisnis makanan tradisional Jember. Saat ini, ia duduk sebagai anggota DPRD Jember. Pada pemilu mendatang, rencananya ia akan bertarung di daerah pemilihan Jember - Lumajang.
Untuk apa saja duit sebanyak itu? Rendra mengatakan, untuk pembuat atribut, sosialisasi, biaya perjalanan mengurus pencalonan Jember - Surabaya, dan biaya pertemuan dan rapat dengan struktur partai.
"Dibanding tahun 2004 memang lebih mahal saat ini. Inflasi dan pola pikir masyarakat berpengaruh. Anggota DPRD dianggap banyak uang sehingga memunculkan pola pikir pragmatis, sementara keperluan pembinaan konstituen mendesak," kata Rendra.
Pengaruh perubahan pola pikir masyarakat dibenarkan Hawari Hamim, calon legislator yang dipasang oleh Partai Kebangkitan Nasional Ulama. Pendekatan terhadap konstituen memang bisa secara idealis dan pragmatis. Ia sendiri sebisa mungkin menawarkan program kerja yang memikat masyarakat.
Namun, Hawari mengaku tak menghabiskan uang sebanyak Rendra. Jika mengacu pengalaman pemilu 2004, duit yang habis paling tidak Rp 50 juta.
Prajitno dari Partai Persatuan Pembangunan mengatakan, tahun 2004 menghabiskan duit kurang lebih Rp 90 juta. Saat ini, angka itu bisa naik Rp menjadi sedikitnya Rp 100 juta.
Besar kecilnya nominal anggaran pencalonan juga tergantung nomor urut dalam daerah pemilihan. Nomor urut pertama yang biasa disebut calon jadi, menanggung dana untuk keperluan kampanye partai. Bahkan, anggaran untuk pengerahan massa. Ini merupakan kompensasi bagi nomor bagus yang diperoleh.
Dengan sistem pemilu di Indonesia saat ini, nomor urut pertama dalam sebuah partai sangat mungkin bakal lolos menjadi legislator. Pasalnya, masyarakat masih cenderung memilih tanda gambar partai daripada nama calon. Padahal, seorang calon baru bisa bersantai setelah memenuhi target minimal bilangan pembagi pemilih (BPP).
Lantas bagaimana para caleg ini membiayai kegiatan politik mereka? Belajar dari pemilu 2004, Prajitno akan membongkar simpanan pribadi. Kalau masih kurang, ia akan pinjam kanan-kiri, dari sanak kerabat atau dermawan yang dikenalnya.
"Kalau sudah jadi anggota Dewan, ya pinjam Bank Jatim (untuk mengembalikan utang-utang itu). Jaminannya SK anggota DPRD. Dulu saya pinjam Rp 50 juta dari Bank Jatim, dicicil empat tahun dengan jalan potong gaji," kata Prajitno.
Itu jika Prajitno sukses menjadi anggota DPRD sebagaimana periode 2004 - 2009. Kalau gagal? "Ya, terpaksa menjual barang yang ada di rumah. Entah mobil, atau apa. Tapi kondisi saat ini lebih mending daripada waktu saya nyalon tahun 2004," katanya.
Sementara Rendra Wirawan mengatakan, kocek pribadi sebagai sumber dana. Ia juga mendapat bantuan dari sanak kerabat. Ia berupaya tak akan meminjam duit dari bank.
Soal pendanaan, caleg baru dan belum berpengalaman seperti Abdul Kadar mengaku tak cemas. Caleg dari Partai Penegak Demokrasi Indonesia ini percaya reputasinya sebagai tokoh lembaga swadaya masyarakat bisa menarik minat rakyat, tanpa keluar banyak duit.
"Saya tidak menganggarkan detail untuk pencalegan. Ketika saya menyampaikan kepada basis pendukung bahwa saya oper persneling dari LSM ke partai, mereka siap menjadi relawan," kata Kadar. [wir/kun]
Kamis, September 04, 2008
Pasca Vonis Pimpinan DPRD Jember
FPPP Ingin Kocok Ulang, FKB No Comment
sumber: beritajatim.com
Jember - Fraksi Partai Persatuan Pembangunan menginginkan adanya kocok ulang untuk mengisi kekosongan posisi ketua dan wakil ketua DPRD Jember, menyusul dijatuhkannya vonis satu tahun penjara terhadap Madini Farouq dan Machmud Sardjujono.
Ketua Fraksi PPP Sunardi mengatakan, jika menurut perundang-undangan harus ada pergantian, maka harus ada pemilihan.
"Fraksi PPP menghendaki pemilihan ulang. Kalau jatah-jatahan itu sistem dulu, tidak lagi digunakan," katanya.
Yang dimaksud dengan 'jatah-jatahan' adalah posisi ketua dan wakil ketua disesuaikan dengan jumlah kursi dan perolehan suara pemilu 2004. Kalau mengacu ini, maka Fraksi Kebangkitan Bangsa berhak menduduki jabatan ketua karena memiliki 17 kursi.
Sementara, FPPP akan tersisih dalam perebutan posisi wakil ketua walau memiliki jumlah kursi yang sama dengan Golkar, karena perolehan suaranya lebih sedikit.
Sunardi mengusulkan agar faktor senioritas digunakan dalam memilih ketua DPRD yang baru. Artinya, Mochammad Asir dari Fraksi PDI Perjuangan yang saat ini duduk di kursi wakil ketua didaulat menjadi ketua.
Dua kursi wakil ketua yang kosong diperebutkan fraksi-fraksi yang belum mendapat kursi pimpinan.
Fraksi PPP sendiri siap mengirimkan calon untuk mengisi kekosongan kursi wakil ketua. "Paling tidak saya sendiri sebagai ketua fraksi yang akan maju," kata Sunardi.
Wakil Ketua DPRD Jember Mochammad Asir mengatakan, kocok ulang bisa saja dilakukan. Namun, belum ada perjanjian maupun agenda pergantian atau rolling posisi dua pimpinan itu.
Kendati dalam tata tertib ada ketentuan jika pimpinan berhalangan tetap selama enam bulan berturut-turut bisa digantikan, ia masih lebih suka menunggu proses hukum selanjutnya.
"Kalau PAW (pergantian antar waktu) masih perlu pemikiran panjang, karena waktunya mepet," kata Asir, mengingatkan bahwa enam bulan sebelum pemilu sudah tak diperkenankan ada lagi PAW.
Tapi soal kocok ulang, Asir masih menanti langkah hukum yang bakal ditempuh Madini dan Machmud. "Kalau naik banding berarti kan perkara belum selesai, belum ada penetapan hukum tetap," katanya.
Sementara itu, Miftahul Ulum dari Fraksi Kebangkitan Bangsa memilih tak berkomentar soal nasib posisi dua pimpinan DPRD tersebut. "No comment," katanya, sembari menunjuk suasana bulan puasa sebagai alasan.
Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Demokrat Amanat Bangsa, dan Fraksi Partai Golkar mendesak Moch. Asir sebagai satu-satunya pimpinan yang tersisa untuk segera menggelar rapat koordinasi.
"Saya akan desak agar pimpinan rapat dengan fraksi. Apalagi jika ada aspirasi masyarakat," kata Ketua Fraksi PDIP Hari Sumarsono.
Hari meminta agar semua pihak mengacu pada aturan tata tertib DPRD Jember. Ia sepakat persoalan ini perlu disikapi segera agar tak menjadi isu liar. "Saya akan segera menemui pimpinan Dewan," katanya.
"Kalau saya sepanjang sudah layak diadakan pergantian, sebaiknya segera diproses. Tetap ajukan usulan nama, bukan sistem jatah, karena sesuai mekanisme," kata Ketua Fraksi Partai Golkar Sujatmiko.
Namun, sebelum proses itu berlangsung, Sujatmiko mengusulkan agar digelar rapat pimpinan DPRD dan fraksi untuk berkosultasi dengan staf ahli mengenai implikasi putusan pengadilan itu.
"Perlu telaah staf, sehingga kalau melakukan langkah tidak tergesa-gesa dan tepat," katanya.
Fraksi Demokrat Amanat Bangsa memilih menanti rapat pimpinan. "Kami sangat menghargai keputusan hakum. Tapi teknis pergantian akan disesuaikan dengan tata tertib. Pimpinan DPRD yang masih ada sebaiknya melakukan koordinasi dengan fraksi-fraksi," kata Wakil Ketua Fraksi DAN Rendra Wirawan. [wir/ted]
FPPP Ingin Kocok Ulang, FKB No Comment
sumber: beritajatim.com
Jember - Fraksi Partai Persatuan Pembangunan menginginkan adanya kocok ulang untuk mengisi kekosongan posisi ketua dan wakil ketua DPRD Jember, menyusul dijatuhkannya vonis satu tahun penjara terhadap Madini Farouq dan Machmud Sardjujono.
Ketua Fraksi PPP Sunardi mengatakan, jika menurut perundang-undangan harus ada pergantian, maka harus ada pemilihan.
"Fraksi PPP menghendaki pemilihan ulang. Kalau jatah-jatahan itu sistem dulu, tidak lagi digunakan," katanya.
Yang dimaksud dengan 'jatah-jatahan' adalah posisi ketua dan wakil ketua disesuaikan dengan jumlah kursi dan perolehan suara pemilu 2004. Kalau mengacu ini, maka Fraksi Kebangkitan Bangsa berhak menduduki jabatan ketua karena memiliki 17 kursi.
Sementara, FPPP akan tersisih dalam perebutan posisi wakil ketua walau memiliki jumlah kursi yang sama dengan Golkar, karena perolehan suaranya lebih sedikit.
Sunardi mengusulkan agar faktor senioritas digunakan dalam memilih ketua DPRD yang baru. Artinya, Mochammad Asir dari Fraksi PDI Perjuangan yang saat ini duduk di kursi wakil ketua didaulat menjadi ketua.
Dua kursi wakil ketua yang kosong diperebutkan fraksi-fraksi yang belum mendapat kursi pimpinan.
Fraksi PPP sendiri siap mengirimkan calon untuk mengisi kekosongan kursi wakil ketua. "Paling tidak saya sendiri sebagai ketua fraksi yang akan maju," kata Sunardi.
Wakil Ketua DPRD Jember Mochammad Asir mengatakan, kocok ulang bisa saja dilakukan. Namun, belum ada perjanjian maupun agenda pergantian atau rolling posisi dua pimpinan itu.
Kendati dalam tata tertib ada ketentuan jika pimpinan berhalangan tetap selama enam bulan berturut-turut bisa digantikan, ia masih lebih suka menunggu proses hukum selanjutnya.
"Kalau PAW (pergantian antar waktu) masih perlu pemikiran panjang, karena waktunya mepet," kata Asir, mengingatkan bahwa enam bulan sebelum pemilu sudah tak diperkenankan ada lagi PAW.
Tapi soal kocok ulang, Asir masih menanti langkah hukum yang bakal ditempuh Madini dan Machmud. "Kalau naik banding berarti kan perkara belum selesai, belum ada penetapan hukum tetap," katanya.
Sementara itu, Miftahul Ulum dari Fraksi Kebangkitan Bangsa memilih tak berkomentar soal nasib posisi dua pimpinan DPRD tersebut. "No comment," katanya, sembari menunjuk suasana bulan puasa sebagai alasan.
Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Demokrat Amanat Bangsa, dan Fraksi Partai Golkar mendesak Moch. Asir sebagai satu-satunya pimpinan yang tersisa untuk segera menggelar rapat koordinasi.
"Saya akan desak agar pimpinan rapat dengan fraksi. Apalagi jika ada aspirasi masyarakat," kata Ketua Fraksi PDIP Hari Sumarsono.
Hari meminta agar semua pihak mengacu pada aturan tata tertib DPRD Jember. Ia sepakat persoalan ini perlu disikapi segera agar tak menjadi isu liar. "Saya akan segera menemui pimpinan Dewan," katanya.
"Kalau saya sepanjang sudah layak diadakan pergantian, sebaiknya segera diproses. Tetap ajukan usulan nama, bukan sistem jatah, karena sesuai mekanisme," kata Ketua Fraksi Partai Golkar Sujatmiko.
Namun, sebelum proses itu berlangsung, Sujatmiko mengusulkan agar digelar rapat pimpinan DPRD dan fraksi untuk berkosultasi dengan staf ahli mengenai implikasi putusan pengadilan itu.
"Perlu telaah staf, sehingga kalau melakukan langkah tidak tergesa-gesa dan tepat," katanya.
Fraksi Demokrat Amanat Bangsa memilih menanti rapat pimpinan. "Kami sangat menghargai keputusan hakum. Tapi teknis pergantian akan disesuaikan dengan tata tertib. Pimpinan DPRD yang masih ada sebaiknya melakukan koordinasi dengan fraksi-fraksi," kata Wakil Ketua Fraksi DAN Rendra Wirawan. [wir/ted]
Senin, September 01, 2008
Hari Pertama Puasa
Hearing DPRD Hanya Dihadiri Satu Anggota
sumber: beritajatim.com
Jember - Hari pertama puasa, Senin (1/9/2008), DPRD Jember lebih sepi daripada biasanya. Tak sampai 10 legislator yang datang ke gedung parlemen. Dengar pendapat di Komisi D pun hanya diikuti satu anggota.
Beritajatim.com tidak bertemu dengan satu pun anggota Komisi A Bidang Pemerintahan. Namun menurut salah satu pegawai sekretariat DPRD, Ketua Komisi A Abdul Ghafur sempat hadir. Sementara itu, Komisi B Bidang Perekonomian, empat anggotanya nongol yakni Rendra Wirawan, Jufriyadi, Didik Imron, dan Kasmino. Di Komisi C Bidang Pembangunan dan Keuangan, yang tampak hanya Ahmad Halim.
Komisi D Bidang Kesejahteraan Sosial sempat melakukan dengar pendapat dengan Taruna Siaga Bencana (Tagana) dan Dinas Sosial. Hearing ini hanya diikuti satu anggota, yakni Wakil Ketua Komisi D Sujatmiko. Misbahussalam, anggota Komisi D lainnya, baru hadir jauh setelah hearing selesai.
Jufriyadi mengatakan, setiap hari pertama puasa gedung Dewan memang agak lengang. "Teman-teman melakukan penyesuaian aktivitas. Menurut saya masih wajar pada hari pertama lengang. Bisa saja hal ini terjadi di semua instansi," katanya.
Menurut Jufriyadi, pada bulan puasa ini DPRD Jember akan dihadapkan pada agenda besar yakni pembahasan Perubahan APBD 2008. "Rencananya awal September ini. Pembahasan bisa dilakukan pada malam hari, karena kalau siang hari tidak efektif," katanya. (bj2)
Hearing DPRD Hanya Dihadiri Satu Anggota
sumber: beritajatim.com
Jember - Hari pertama puasa, Senin (1/9/2008), DPRD Jember lebih sepi daripada biasanya. Tak sampai 10 legislator yang datang ke gedung parlemen. Dengar pendapat di Komisi D pun hanya diikuti satu anggota.
Beritajatim.com tidak bertemu dengan satu pun anggota Komisi A Bidang Pemerintahan. Namun menurut salah satu pegawai sekretariat DPRD, Ketua Komisi A Abdul Ghafur sempat hadir. Sementara itu, Komisi B Bidang Perekonomian, empat anggotanya nongol yakni Rendra Wirawan, Jufriyadi, Didik Imron, dan Kasmino. Di Komisi C Bidang Pembangunan dan Keuangan, yang tampak hanya Ahmad Halim.
Komisi D Bidang Kesejahteraan Sosial sempat melakukan dengar pendapat dengan Taruna Siaga Bencana (Tagana) dan Dinas Sosial. Hearing ini hanya diikuti satu anggota, yakni Wakil Ketua Komisi D Sujatmiko. Misbahussalam, anggota Komisi D lainnya, baru hadir jauh setelah hearing selesai.
Jufriyadi mengatakan, setiap hari pertama puasa gedung Dewan memang agak lengang. "Teman-teman melakukan penyesuaian aktivitas. Menurut saya masih wajar pada hari pertama lengang. Bisa saja hal ini terjadi di semua instansi," katanya.
Menurut Jufriyadi, pada bulan puasa ini DPRD Jember akan dihadapkan pada agenda besar yakni pembahasan Perubahan APBD 2008. "Rencananya awal September ini. Pembahasan bisa dilakukan pada malam hari, karena kalau siang hari tidak efektif," katanya. (bj2)
Langganan:
Postingan (Atom)