Rabu, Desember 03, 2008

Masyarakat dan Politisi Saling Tuding
sumber: beritajatim.com

Jember - Masyarakat dan elite politik masih belum satu suara dalam memandang pemilu sebagai proses demokrasi. Dua belah pihak masih saling menyalahkan, terkait dengan semakin pragmatisnya masyarakat.

Politisi mengeluh, ongkos politik yang dikeluarkan dalam pemilu semakin besar. Masyarakat dianggap semakin pragmatis, dan berbeda dengan pemilu masa awal reformasi.

"Dibanding tahun 2004 memang lebih mahal saat ini. Inflasi dan pola pikir masyarakat berpengaruh. Anggota DPRD dianggap banyak uang sehingga memunculkan pola pikir pragmatis, sementara keperluan pembinaan konstituen mendesak," kata Rendra Wirawan, calon legislator DPRD Jawa Timur dari Partai Amanat Nasional.

Namun, peneliti Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember, Himawan Bayu Patriadi, tak setuju jika masyarakat semata disalahkan. Sikap pragmatis masyarakat muncul karena perilaku elite politik setelah terpilih sebagai legislator.

"Tahun 1999, rakyat tidak minta duit dengan harapan ada perubahan. Mereka mengeluarkan uang sendiri untuk membuat baliho atau spanduk partai. Tapi setelah terpilih, politisi tidak menyapa bahkan mengalami mobilitas ekonomi," kata Bayu.

Akhirnya, sambung doktor politik lulusan Flinders University Australia ini, "Ada persepsi masyarakat, politisi mendapatkan tiket gratis dari mereka. Tahun 2004, masyarakat tak mau kecolongan lagi. Ini membuktikan bahwa masyarakat juga cerdas." ujarnya.

Ini yang membedakan pemilu di Indonesia dengan di Amerika Serikat. Di AS, warga mengeluarkan sebagian uangnya untuk membiayai politisi agar menang. "Di Amerika, pemilu adalah kontestasi ide dan solusi bagi negara. Di Indonesia, pemilu adalah kontribusi riil yang menyangkut hajat hidup sehari-hari," kata Bayu.

Deideologisasi terjadi, sehingga ideologi tak sekuat tahun 1955. Partai di Indonesia berusaha mengedepankan program. Namun perdebatan yang terjadi ternyata bukan masalah substantif, tapi masalah praktis, dan inilah yang membuat masyarakat ikut menjadi pragmatis. [wir/ted]

Tidak ada komentar: