JEMBER, KOMPAS - Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah Partai Amanat Nasional Jember Abd Ghofur mengaku akan mengalami kesulitan untuk mengganti kader PAN melalui pergantian antarwaktu atau PAW tanpa alasan kuat. Selama ini belum pernah diatur berdasarkan kesepakatan agar masing-masing duduk paruh waktu.
Abd Ghofur kepada wartawan di kantor DPRD Jember pada Selasa (17/10) mengatakan, meski PAW pernah diamanatkan juga melalui musyawarah daerah (musda) yang digelar pada 21 Januari 2006, alasan PAW terhadap tiga anggota DPRD Jember dari PAN dinilai menyalahi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) partai.
Sebelumnya Wakil Ketua DPD PAN Prasetyo Widodo mempertanyakan komitmen ketiga kader PAN yang sekarang duduk di DPRD Jember. Mereka yang terancam terkena PAW adalah Rendra Wirawan, Abd Ghofur, dan Ahmad Dimyati. Sesuai dengan nomor urut sewaktu menjadi calon anggota legislatif pada Pemilu 2004, mestinya Rendra Wirawan digantikan Joko Purwanto.
Adapun Abd Ghofur, yang juga Ketua Komisi A di DPRD Jember, mestinya akan diganti Bambang Irawan. Ahmad Dimyati mestinya menyerahkan kedudukannya kepada Prasetyo Widodo. Akan tetapi, ketiga kader PAN yang kini duduk di lembaga legislatif tersebut enggan menyerahkan kedudukannya tanpa alasan jelas.
Abd Ghofur bersama kedua anggota DPRD lain dari PAN mengaku pernah mendapat terguran secara tertulis dari DPD PAN Jember. Munculnya teguran tertulis kepada Rendra Wirawan, Abd Ghofur, dan Ahmad Dimyati disebabkan bantuan penerimaan jaring aspirasi masyarakat tidak konsultasi dengan partai.
Ini sengaja dilakukan saat itu mengingat bantuan untuk jaring aspirasi masyarakat tersebut tidak boleh diberikan kepada partai yang memberangkatkannya. "Kami mengaku bersalah karena tidak memberi tahu pada partai. Akhirnya peringatan tertulis disampaikan DPD PAN Jember kepada kami bertiga," kata Abd Ghofur.
Ghofur sekali lagi mengingatkan agar PAW tidak dilakukan secara paksa karena belum ada aturan hukumnya yang jelas. (Kompas)
Rabu, Oktober 18, 2006
Selasa, Agustus 08, 2006
Studi Banding DPRD Diprotes
JEMBER, KOMPAS - Kunjungan Komisi B DPRD Jember ke Pontianak, Kalimantan Barat, diprotes dan akan menjadi sia-sia jika tidak menyertakan petani jeruk di Jember. Pasalnya, kunjungan yang dikemas untuk melakukan studi banding soal budidaya dan sistem pemasaran petani jeruk di Kalimantan Barat justru tidak melibatkan petani di Jember.
Totok Siyantoro, petani jeruk di Desa Umbulsari, Kecamatan Umbulsari, Jember, Senin (7/8) mengatakan, dari segi permodalan, petani jeruk tergolong lebih mampu dibandingkan dengan petani tanaman pangan seperti padi atau palawija.
"Jika petani sudah berminat menanam jeruk, sudah barang tentu telah tersedia modal yang
cukup," ujar Totok Siyantoro yang mantan Ketua Komisi A DPRD Jember periode 1999 - 2004.
Jika pemerintah ingin membantu petani jeruk, hal yang patut diperhatikan adalah bagaimana supaya ketersediaan pupuk selalu terjamin sehingga petani tidak merasa kesulitan ketika sedang membutuhkan. Selain itu, bagaimana petani jeruk meningkatkan produksi secara baik dan aman.
Dengan sendirinya untuk memberdayakan petani, pemerintah kabupaten perlu membawa petani supaya melakukan studi banding. "Bukan hanya anggota DPRD yang berangkat karena yang akan menyerap ilmu pertanian jeruk dari petani di sana adalah petani jeruk di sini," kata Totok Siyantoro.
Harga merosot
Dia mengakui, harga jeruk pada musim panen kali ini merosot sangat tajam hingga pada kisaran Rp 1.000 per kilogram (kg) - Rp 1.500 per kg di tingkat petani. Daerah penghasil jeruk, seperti Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat, kini panen serentak.
Jeruk semboro yang dibawa dan dijual ke pedagang di Bali, DI Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya harganya hanya mencapai Rp 2.500 per kg - Rp 3.500 per kg.
Ketua Komisi B DPRD Jember HA Soim mengatakan, studi banding ini melibatkan dinas pertanian. Hasil dari studi banding tersebut akan disampaikan petugas dinas pertanian tanaman pangan dan ketahanan pangan setempat kepada petani.
Anggota Komisi B lainnya, Rendra Wirawan, mengaku, jika petani diikutkan, itu adalah wewenang dinas terkait. "Mestinya dinas pertanian yang berinisiatif mengajak petani," ujarnya.
Luas tanaman jeruk di Jember tahun 2001 hanya sekitar 1.199 hektar (ha) dengan jumlah tanaman sebanyak 599.920 batang, sedangkan pada tahun 2005 luasnya naik menjadi 5.667 ha dan jumlah tanaman sebanyak 2.833.351 batang. Adapun produksi jeruk 2003 sebanyak 105.899 ton, sedangkan pada tahun 2005 meningkat menjadi 144.036 ton. (Kompas)
Totok Siyantoro, petani jeruk di Desa Umbulsari, Kecamatan Umbulsari, Jember, Senin (7/8) mengatakan, dari segi permodalan, petani jeruk tergolong lebih mampu dibandingkan dengan petani tanaman pangan seperti padi atau palawija.
"Jika petani sudah berminat menanam jeruk, sudah barang tentu telah tersedia modal yang
cukup," ujar Totok Siyantoro yang mantan Ketua Komisi A DPRD Jember periode 1999 - 2004.
Jika pemerintah ingin membantu petani jeruk, hal yang patut diperhatikan adalah bagaimana supaya ketersediaan pupuk selalu terjamin sehingga petani tidak merasa kesulitan ketika sedang membutuhkan. Selain itu, bagaimana petani jeruk meningkatkan produksi secara baik dan aman.
Dengan sendirinya untuk memberdayakan petani, pemerintah kabupaten perlu membawa petani supaya melakukan studi banding. "Bukan hanya anggota DPRD yang berangkat karena yang akan menyerap ilmu pertanian jeruk dari petani di sana adalah petani jeruk di sini," kata Totok Siyantoro.
Harga merosot
Dia mengakui, harga jeruk pada musim panen kali ini merosot sangat tajam hingga pada kisaran Rp 1.000 per kilogram (kg) - Rp 1.500 per kg di tingkat petani. Daerah penghasil jeruk, seperti Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat, kini panen serentak.
Jeruk semboro yang dibawa dan dijual ke pedagang di Bali, DI Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya harganya hanya mencapai Rp 2.500 per kg - Rp 3.500 per kg.
Ketua Komisi B DPRD Jember HA Soim mengatakan, studi banding ini melibatkan dinas pertanian. Hasil dari studi banding tersebut akan disampaikan petugas dinas pertanian tanaman pangan dan ketahanan pangan setempat kepada petani.
Anggota Komisi B lainnya, Rendra Wirawan, mengaku, jika petani diikutkan, itu adalah wewenang dinas terkait. "Mestinya dinas pertanian yang berinisiatif mengajak petani," ujarnya.
Luas tanaman jeruk di Jember tahun 2001 hanya sekitar 1.199 hektar (ha) dengan jumlah tanaman sebanyak 599.920 batang, sedangkan pada tahun 2005 luasnya naik menjadi 5.667 ha dan jumlah tanaman sebanyak 2.833.351 batang. Adapun produksi jeruk 2003 sebanyak 105.899 ton, sedangkan pada tahun 2005 meningkat menjadi 144.036 ton. (Kompas)
Langganan:
Postingan (Atom)